Tidak Hanya Jakarta, Kota-Kota di Asia Tenggara Terancam Tenggelam Cepat Akibat Pemanasan Global

13 Agustus 2021, 07:41 WIB
Kota-kota besar di Asia Tenggara terancam tenggelam di bawah permukaan laut akibat pemanasan global, Jakarta disebut jadi yang tercepat. /ANTARA

PR BEKASI – Tidak terlihat oleh sebagian besar penduduk, tidak hanya Jakarta, kota-kota besar di Asia Tenggara juga terancam tenggelam di bawah permukaan laut akibat pemanasan global.
 
Para ilmuwan khawatir bahwa dunia sedang menuju badai yang sempurna dari kota-kota yang tenggelam dan naiknya permukaan laut dalam satu dekade.
 
“Lebih dari satu dekade yang lalu pada tahun 2008, beberapa negara pesisir Asia Tenggara khawatir tentang betapa rentannya mereka terhadap kenaikan permukaan laut,” kata para ilmuwan, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari phys.org, Jumat 13 Agustus 2021.

Baca Juga: Jakarta Diprediksi Tenggelam, Anies Baswedan: Joe Biden Sedang Ajak Warga AS Lakukan Pertobatan Paradigmatik

Dalam salah satu konferensi awal tentang masalah kota pesisir, para ilmuwan dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Jepang mempelajari dampak kenaikan permukaan laut terhadap migrasi dari wilayah pesisir .
 
Penelitian tersebut berfokus pada migrasi sebagai respons terhadap kota-kota yang terancam tenggelam akibat pemanasan global.
 
Idenya adalah bahwa orang akan meninggalkan rumah mereka secara sukarela dan bermigrasi ke tempat yang lebih aman untuk menghindari naiknya permukaan laut.
 
Studi tersebut mengatakan Vietnam berada di kelas tersendiri dengan populasi dataran pantai yang tinggi.

Baca Juga: Tak Hanya Jakarta, Bekasi Juga Diproyeksi Tenggelam pada Tahun 2030

Pada tahun 2040, Vietnam diperkirakan akan mengalami kehilangan lahan yang relatif tinggi akibat terendam air yang memaksa orang untuk bermigrasi.
 
Menurut penelitian tersebut, pada tahun 2100 kenaikan permukaan laut yang berkelanjutan diperkirakan akan mengakibatkan hilangnya lahan basah dengan hampir 22 juta orang mengalami banjir setiap tahun di Malaysia, Thailand, dan Filipina.
 
Penyebab tenggelamnya kota dan naiknya permukaan laut tidaklah sama meskipun dampaknya serupa, yaitu menenggelamkan sebagian besar kota dan populasi di bawah air dalam satu dekade atau lebih cepat.
 
Saat kota-kota merencanakan retret mereka, kota-kota besar perlahan-lahan tenggelam pada tingkat yang berbeda, beberapa lebih cepat dari yang lain.

Baca Juga: China Dilanda Bencana, Belum Pulih dari Banjir Kini Dihantam Topan In-fa

Jakarta dilaporkan memegang rekor kota tenggelam tercepat di dunia, dengan kecepatan sekitar 25.4 sentimerter per tahun.
 
Diketahui, sebanyak 40 persen wilayah Jakarta,  ketinggian saat ini terletak di bawah permukaan laut.
 
Lebih dari setengah dari 10.6 juta penduduknya tidak memiliki akses ke air perpipaan dan air permukaan sangat tercemar sehingga mereka menggali sumur ilegal untuk mengambil air tanah.
 
Hujan tidak cukup untuk mengisi kembali air di tanah karena lebih dari 97 persen Jakarta tertutup aspal dan beton.

Baca Juga: Kembalinya Blok Rokan Jadi Kado HUT RI ke-76, Jokowi Beri Tantangan untuk Pertamina

Bangkok dengan 9.6 juta penduduknya juga rentan terhadap naiknya permukaan air laut. Enam tahun lalu, pada 2015, pemerintah menerbitkan laporan yang mengatakan kota itu bisa tenggelam dalam 15 tahun mendatang.
 
Kota yang kini hanya sekitar 1.5 meter di atas permukaan laut itu tenggelam dengan kecepatan sekitar dua sentimeter per tahun.
 
Tenggelamnya Bangkok diperparah oleh beratnya gedung-gedung tinggi yang menekan fondasi kota ke laut.
 
Kota ini memiliki sekitar 700 bangunan dengan 20 lantai atau lebih dan 4.000 bangunan dengan 8-20 lantai, memberikan tekanan yang cukup besar pada tanah tempat mereka duduk.

Baca Juga: Sertifikat Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Wajib Masuk Mall di DKI Jakarta Selama PPKM Level 4

Manila dengan populasi kota intinya 13.3 juta orang tenggelam sekitar 10 sentimeter per tahun.
 
Karena kota ini memiliki ketinggian rata-rata sekitar lima meter, kota ini diperkirakan akan tenggelam beberapa sentimeter pada tahun 2050.
 
Para ilmuwan mengatakan saat ini masih ada waktu untuk mencegah skenario terburuk jika pemerintah negara Asia Tenggara bertindak sekarang.
 
“Para pihak terkait di Asia Tenggara harus segera beralih ke energi terbarukan skala besar untuk menjaga kenaikan suhu dunia di bawah 1.5 derajat Celsius,” kata para ilmuwan.

Baca Juga: Media Asing Soroti Karyawan Jakarta yang Dipaksa Masuk kantor oleh Perusahaan Selam PPKM

“Mereka dapat melakukan ini jika mereka menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan mempercepat peralihan ke energi bersih dan terbarukan,” tambahnya.
 
Selain itu, para ilmuwan juga meminta pemerintah di Asia Tenggara harus meningkatkan target kontribusi yang ditentukan secara nasional yang dijanjikan dalam Perjanjian Paris sebelum COP26.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Phys.org

Tags

Terkini

Terpopuler