Arab Saudi dan UEA Gelisah Taliban Ambil Alih Afghanistan, Usahakan Kembali Pendekatan Pragmatis

24 Agustus 2021, 10:54 WIB
Arab Saudi dan UEA merasa gelisah dengan soal Taliban yang ambil alih Afghanistan dan akan mengusahakan pendekatan pragmatis. /REUTERS/Stringer

 

 

PR BEKASI - Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) gelisah terkait pengambilalihan Afghanistan ke tangan Taliban.

Arab Saudi dan Uni Emirat Arab di antara sedikit yang mengakui aturan radikal Taliban pada 1996-2001 di Afghanistan, kemungkinan akan mengambil pendekatan pragmatis untuk kembali berkuasa meskipun ada kekhawatiran hal itu dapat mendorong militan Islam di luar negeri.

Diplomat dan analis asing mengatakan bahwa sementara ini ideologi Taliban bentrok dengan kampanye Arab Saudi-UEA terkait melawan militansi dan pelonggaran pembatasan Islam.

Riyadh dan Abu Dhabi akan beradaptasi setelah Taliban secara mengejutkan merebut kembali Afghanistan saat pasukan pimpinan AS mundur.

Baca Juga: Amerika Serikat Ingin Tunda Penarikan Pasukan Militer dari Afghanistan, Taliban Murka

"Saudi memiliki hubungan historis dengan Afghanistan dan pada akhirnya harus menerima Taliban (lagi). Mereka tidak punya pilihan lain," kata seorang diplomat asing di Riyadh, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Selasa, 24 Agustus 2021.

Sementara Negara-negara Teluk memutuskan hubungan dengan Taliban pada September 2001 karena mereka menampung teroris setelah pesawat-pesawat yang dibajak oleh gerilyawan Al Qaeda.

Sebelumnya Riyadh telah membekukan hubungan dengan Taliban pada 1998 atas penolakannya untuk menyerahkan pemimpin Al Qaeda.

Osama bin Laden merupakan pemimpin Al Qaeda yang memerangi pendudukan Soviet di Afghanistan pada 1980-an dan dicabut kewarganegaraan Saudinya karena serangan di kerajaan dan kegiatan melawan keluarga kerajaan.

Baca Juga: Taliban Kuasai Kota Kabul, Bintang Pop Terkenal Afghanistan Melarikan Diri karena Pernah Langgar 3 Pantangan

Sementara terkait pragmatisme pembentukan kembali hubungan diplomatik tersebut tidak diketahui, karena otoritas Saudi dan UEA tidak mau menanggapi mengenai hal tersebut.

Riyadh dan Abu Dhabi membatasi tanggapan mereka terhadap pengambilalihan Taliban dengan mengatakan bahwa mereka akan menghormati pilihan warga Afghanistan.

Serta mendesak Taliban untuk mendorong keamanan dan stabilitas setelah pemberontakan yang berkepanjangan melawan pemerintahan yang didukung AS.

"Kedua negara pragmatis dan telah membuktikan bahwa mereka dapat bekerja dengan rezim yang berbeda di seluruh dunia," kata seorang diplomat yang berbasis di Qatar.

Baca Juga: Minta Polri Tumpas Pendukung Taliban di Indonesia, Sahroni: Tak Ada Alasan Mendukung Kelompok Teroris

Arab Saudi dan UEA mencoba memfasilitasi pembicaraan damai antar-Afghanistan setelah jatuhnya Taliban 20 tahun lalu, tetapi tidak terlibat dalam negosiasi utama yang diselenggarakan oleh Qatar yang gagal menghasilkan penyelesaian politik.

Sheikh Hamad bin Jassim Al Thani selaku anggota keluarga penguasa Qatar dan mantan perdana menteri, mengatakan bahwa negara-negara harus berurusan langsung dengan Taliban.

"Dunia harus menghormati situasi saat ini di Afghanistan dan tidak mengambil tindakan untuk membatasi mereka (Taliban)," cuitannya pada Rabu.

"Masyarakat internasional harus memberi mereka harapan bahwa mereka akan menerima mereka dan bekerja sama dengan mereka sebagai imbalan atas komitmen mereka terhadap norma-norma internasional," katanya, melanjutkan.

Dua diplomat di Qatar, di mana Taliban mempertahankan kantor perwakilan, mengatakan bahwa negara-negara Teluk kemungkinan akan mengambil isyarat dari sekutu keamanan utama AS.

Sementara Washington belum mengatakan apakah mereka akan mengakui pemerintah Taliban.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler