10 Ribu Penduduk Myanmar Melarikan Diri, Usai Pertempuran Junta dan Milisi Anti Junta Pecah

23 September 2021, 14:25 WIB
Orang-orang terlantar akibat pertempuran di Myanmar barat laut antara pasukan junta dan pejuang anti-junta berjalan di Negara Bagian Chin, Myanmar, pada 31 Mei 2021. /Reuters/ Stringer

PR BEKASI - Pertempuran antara pasukan milisi yang menentang kekuasaan militer dan pihak tentara Myanmar pecah.

Membuat sebagian besar penduduk Myanmar di dekat perbatasan India telah melarikan diri.

Mereka melarikan diri setelah terjadi pembakaran sejumlah bangunan oleh pasukan artileri di tengah pertempuran kedua pihak itu.

Baca Juga: Terima Tawaran ASEAN, Junta Myanmar Sepakati Gencatan Senjata hingga Akhir Tahun 2021

Sekitar 10 ribu orang yang tinggal di Thantlang di Negara Bagian Chin, melarikan diri dan mencari perlindungan di daerah sekitar termasuk di India sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Kamis, 23 September 2021.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak pemerintah yang dipimpin oleh pemimpin pro-demokrasi Aung San Su Kyi digulingkan oleh militer pada 1 Februari 2021.

Hal ini memicu kemarahan nasional, pemogokan, protes, dan munculnya milisi anti-junta.

Baca Juga: Rusia Siap Kirim Jet Tempur Sukhoi Su-30 ke Myanmar Dukung Kesepakatan Senjata

Dalam pertempuran antara pasukan milisi dan tentara akhir pekan lalu, sekitar 20 rumah yang dibakar.

Sejumlah foto di media sosial di negara itu juga menunjukkan bangunan yang dilalap api.

Myanmar Now melaporkan tentara menembak mati seorang pendeta Kristen yang mencoba memadamkan api. Namun media pemerintah membantah laporan tersebut.

Baca Juga: Masjid Myanmar Sediakan Isi Ulang Tabung Oksigen, Tersedia bagi Agama Apa pun

The Global New Light of Myanmar mengatakan kematian pendeta sedang diselidiki.

Global New Light of Myanmar melaporkan tentara telah diserang oleh sekitar 100 orang yang dicap sebagai teroris oleh media tersebut.

Media pemerintah itu juga menyebut dan kedua belah pihak terlibat baku tembak.

Pejuang milisi telah menyerbu sebuah pangkalan militer pada awal September dan militer menanggapi dengan serangan udara, kata Salai Thang, seorang pemimpin masyarakat, yang mengatakan empat warga sipil telah tewas dan 15 terluka dalam beberapa pekan terakhir.

Baca Juga: Paus Fransiskus Soroti Krisis di Myanmar, Minta Pemimpin Militer Segera Buka Koridor Kemanusiaan

Pasukan Pertahanan Chin, sebuah milisi yang menentang militer, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa 30 tentara telah tewas.

Reuters tidak dapat secara independen mengkonfirmasi klaim apa pun dan seorang juru bicara militer tidak menjawab panggilan untuk meminta komentar.

“Pembunuhan seorang pendeta Baptis dan pengeboman rumah-rumah di Thantlang, Negara Bagian Chin adalah contoh terbaru dari kehidupan yang diberikan oleh pasukan junta terhadap rakyat Myanmar,” ujar pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Thomas Andrews.

Terjadi peningkatan pertumpahan darah di sejumlah daerah seperti Negara Bagian Chin setelah Pemerintah Persatuan Nasional mengumumkan pemberontakan pada 7 September dan memanggil milisi baru, yang dikenal sebagai Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF).

Baca Juga: Antonio Guterres Terpilih Kembali Jadi Sekjen PBB, Minta Bahas Soal Krisis Myanmar

Mereka merupakan kelompok oposisi yang menargetkan junta dan asetnya. Upaya PDF untuk menghadapi tentara Myanmar sering kali mengakibatkan warga sipil terjebak dalam baku tembak dan terpaksa melarikan diri.

Salai Thang mengatakan dia sangat prihatin dengan orang-orang terlantar yang berlindung di desa-desa terdekat. Beberapa di antaranya berada di negara bagian Mizoram, India.

“Para pengungsi itu sekarang sangat berjuang untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal,” kata Salai Thang.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler