Presiden Tsai Ing Wen: Jika Taiwan Jatuh ke China dapat Picu Bencana Bagi Perdamaian di Asia

6 Oktober 2021, 19:26 WIB
Presiden Tsai Ing-Wen ingatkan jika Taiwan Jatuh ke China dapat Picu Bencana bagi perdamaian di Kawasan Asia. /Aljazeera/Al jazeera

PR BEKASI - Presiden Tsai Ing-wen mengatakan jika Taiwan jatuh ke tangan China akan memicu bencana besar bagi perdamaian di Asia.

Kekhawatiran presiden wanita pertama Taiwan itu disampaikan dalam artikelnya di Foreign Affairs yang diterbitkan pada Selasa, 5 Oktober 2021.

Jika terancam, kata Tsai, Taiwan akan melakukan apa pun untuk membela diri.

Baca Juga: Taiwan Jadi Musuh Bebuyutan China, Menhan Sebut Ketegangan Keduanya Jadi yang Terparah dalam 40 Tahun Terakhir 

Taiwan, yang diklaim China sebagai wilayah kedaulatannya, menghadapi tekanan besar-besaran dari Beijing sejak Jumat pekan lalu.

148 pesawat Angkatan Udara China terbang ke zona pertahanan udara Taiwan selama empat hari terakhir.

China menyalahkan Amerika Serikat, pendukung internasional terpenting dan pemasok senjata bagi Taiwan, atas meningkatnya ketegangan di antara kedua negara itu.

Sedangkan Taiwan menyebut China sebagai "pelaku utama" dalam peningkatan ketegangan tersebut.

Baca Juga: Ratusan Pesawat Tempur Masuk ke Taiwan, Perdana Menteri: Kita Harus Waspada, China Makin di Atas 

Dalam artikelnya, Tsai mengatakan ketika negara-negara semakin menyadari ancaman yang ditimbulkan Partai Komunis China.

Mereka harus memahami nilai bekerja dengan pulau demokratis itu.

"Dan mereka harus ingat bahwa jika Taiwan jatuh, konsekuensinya akan menjadi bencana besar bagi perdamaian regional dan sistem aliansi demokrasi," kata Tsai, seperti dikutip  Pikiaranrakyat-Bekasi.com dari Reuters, Rabu, 6 Oktober 2021.

"Ini akan menandakan bahwa dalam kontes nilai global saat ini, otoritarianisme lebih unggul daripada demokrasi," lanjut Tsai.

Baca Juga: China Semakin Serius Perang, Kirimkan 56 Pesawat Tempur ke Wilayah Udara Taiwan 

China percaya Tsai adalah separatis karena menolak menerima bahwa Taiwan merupakan bagian dari "satu China" dan telah memutuskan dialog.

Tsai mengatakan Taiwan adalah negara merdeka yang disebut Republik China, nama resminya.

Dia mengatakan bahwa Taiwan tidak mencari konfrontasi militer melainakn menginginkan hidup berdampingan secara damai, stabil, dapat diprediksi, dan saling menguntungkan dengan tetangganya.

"Tetapi jika demokrasi dan cara hidupnya terancam, Taiwan akan melakukan apa pun untuk mempertahankan diri," kata Tsai.

Baca Juga: Jelang Perang dengan China, Taiwan Minta Australia Bantu Persiapan Mereka 

Ia pun menambahkan bahwa rakyat Taiwan akan "bangkit" jika keberadaan Taiwan terancam setelah menjelaskan bahwa demokrasi tidak dapat dinegosiasikan.

Dia mengulangi seruan untuk melakukan pembicaraan dengan China, selama itu terjadi dalam semangat kesetaraan dan tanpa prasyarat politik.

Namun, seruan itu telah berulang kali ditolak oleh Beijing.

Baca Juga: Anggap Serius Laga Melawan Taiwan, Timnas Indonesia Genjot Fisik dan Mental di Negeri Gajah Putih 

"Di tengah gangguan hampir setiap hari oleh Tentara Pembebasan Rakyat, posisi kami dalam hubungan lintas selat tetap konstan: Taiwan tidak akan tunduk pada tekanan, tetapi juga tidak akan berubah menjadi petualang, bahkan ketika ia mengumpulkan dukungan dari komunitas internasional," kata Tsai.

"Taiwan sangat demokratis dan Barat, tetapi dipengaruhi oleh peradaban China dan dibentuk oleh tradisi Asia," papar Tsai.

"Taiwan, berdasarkan keberadaannya dan kemakmurannya yang berkelanjutan, sekaligus merupakan penghinaan terhadap narasi dan hambatan bagi ambisi regional Partai Komunis China," ucap Presiden Taiwan.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler