PR BEKASI - Iran, Amerika Serikat, dan seluruh negara Teluk Arab semakin terlibat dalam perjuangan masa depan Irak.
Banyak tanda tanya yang terus bermunculan di tahun 2022 nanti tentang Irak.
Tak sedikit pihak yang percaya susunan politik Irak akan kembali berdaulat nantinya dalam konteks Geopolitik.
Dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari eurasiareview.com Rabu, 29 Desember 2021, peringatan 100 tahun berdirinya Irak jatuh pada 11 Desember 2021 lalu.
Baca Juga: Dokter di Irak Temukan Benda Tak Terduga di Tulang Ekor Wanita, Diduga Jadi Penyebab Kelumpuhan
Perdana Menteri Irak, Mustafa al-Kadhimi mendesak semua warga Irak untuk mengakui apa saja yang menyatukan, bukan memisahkan.
Mustafa al-Kadhimi ingin seluruh rakyat melakukannya demi kebaikan Negara Irak.
Pengadilan federal negara Irak juga akan mendukung penuh hasil pemilihan parlemen Oktober 2022 nanti.
Meskipun ada upaya terus-menerus oleh beberapa partai Syiah pro-Iran yang kalah dan ingin itu dibatalkan.
Baca Juga: PM Irak Mustafa Al Kadhimi Nyaris Terbunuh Usai Drone Roket Kediamannya, Begini Kondisinya Saat Ini
Dilaporkan, partai Syiah pro-Irak hanya mendapatkan 17 kursi parlemen.
Sedangkan, partai Ulama Syiah Muqtada al-Sadr mendapatkann 74 Kursi Parlemen.
Menurut beberapa pengamat jika partai Muqtada al-Sadr berkuasa maka akan menimbulkan kekacauan bagi Irak.
"Muqtada al-Sadr ingin membentuk pemerintahan mayoritas yang menentang semua campur tangan asing dan untuk melucuti milisi.
Baca Juga: Jadi Target Pembunuhan, Rumah PM Irak Diserang Drone dengan Bahan Peledak
Itulah penyebab Pasukan pro-Iran melawan aspirasi Sadr dengan turun ke jalan, mengancam perdamaian sipil, dan bekerja untuk membatalkan hasil pemilu.
Mencapai jalan tengah bisa memakan waktu lama," ucap seorang pengamat politik Irak.***