Kekerasan Belanda ke Indonesia Diungkap Penelitian 'Sistemik dan Ekstrem, PM Rutte Minta Maaf

18 Februari 2022, 20:27 WIB
Ilustrasi. Petugas melintasi area Tugu Proklamasi, Jakarta, Minggu, 9 Januari 2022. /Antara/Rivan Awal Lingga/

PR BEKASI – Sebuah penelitian besar, yang dilakukan selama empat tahun, menemukan bahwa Militer Belanda telah menggunakan kekerasan sistemik dan ekstrem, saat Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949.

Temuan baru ini sama sekali bertentangan dengan sikap historis resmi yang diklaim Belanda sebagai kekerasan 'sporadis'.

Penelitian tersebut dilakukan oleh tiga institut ilmu pengetahuan berbeda yaitu KITLV, NIMH, dan Institut NIOD untuk Studi Perang, Holocaust, dan Genosida.

Baca Juga: Bocah 2 Tahun Tewas Tenggelam Saat Orangtuanya Buat Konten Dewasa untuk OnlyFans

Ketiganya menyimpulkan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh Militer Belanda terhadap orang Indonesia tersebar luas dan disengaja.

"Tampak dari sumber bahwa kekerasan ekstrem di pihak Militer Belanda tidak hanya meluas tetapi sering juga dengan sengaja digunakan," kata para peneliti.

Selain itu tim peneliti juga mengungkap bahwa kekerasan sistemik dan ekstrim juga ditoleransi oleh semua tingkatan.

Baca Juga: Bocoran One Piece 1041, Rencana Mengerikan Kurohige Terungkap, Roger Akan Dibangkitkan Kembali

"Ini ditoleransi di semua tingkatan, politik, militer, dan peradilan," kata peniliti seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Mashable, Jumat, 18 Februari 2022.

“Sebagian besar dari mereka yang bertanggung jawab di pihak Belanda, politisi, pejabat, pegawai negeri, hakim, dan pihak lain yang terlibat,” sambungnya.

Selain mengetahui kekerasan tersebut, mereka juga berusaha menyamarkannya.

“(Mereka) mengetahui atau dapat mengetahui tentang penggunaan kekerasan ekstrim secara sistemik, tetapi secara bersama-sama siap untuk menoleransi, membenarkannya, menyamarkannya, dan membiarkannya tanpa hukuman," katanya.

Baca Juga: Dubes Rusia untuk Indonesia Bantah Akan Menyerang: Saya Lahir di Ukraina, Mereka Saudara

Alasan yang jelas dari kekerasan itu, setidaknya menurut Belanda, adalah untuk 'merebut kembali' Indonesia setelah mendeklarasikan Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Kekerasan yang terjadi berupa eksekusi ekstrayudisial, penyerangan dan penyiksaan, penahanan dalam kondisi yang tidak manusiawi.

Pembakaran rumah dan desa, pencurian dan perusakan barang dan bahan makanan, serangan udara dan ledakan bom yang tidak proporsional.

Selain itu seringkali terjadi penangkapan massal dan sewenang-wenang.

Menyusul publikasi temuan ini, Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte mengeluarkan permintaan maaf resmi kepada Indonesia pada Kamis, 17 Februari 2022.

Selain kekejaman yang dilakukan di Indonesia, Rutte juga meminta maaf atas kelalaian yang ditunjukkan oleh pemerintah Belanda sebelumnya dalam mengakui dan meminta maaf atas untuk kekerasan.

"Atas kekerasan ekstrem yang sistematis dan meluas, dari pihak Belanda pada tahun-tahun itu dan sikap konsisten yang dilakukan oleh pemerintah sebelumnya, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia," kata Rutte.

Terlepas dari temuan yang tidak nyaman, Rutte yakin negaranya perlu menghadapi mereka, menyebut mereka "keras, tetapi tidak dapat dihindari".

Meskipun ini bukan pertama kalinya Belanda meminta maaf atas perang di Indonesia, ini tentu merupakan pengakuan pertama atas kekerasan yang disengaja dan ekstrem yang terjadi di Tanah Air.***

Editor: Gita Pratiwi

Sumber: Sea Mashable

Tags

Terkini

Terpopuler