Peneliti Unair Berhasil Temukan Kombinasi Obat Lokal, Virus Corona Disebut Hilang Dalam 24 Jam

13 Juni 2020, 10:02 WIB
PENELITI Universitas Airlangga (Unair) Dokter Purwati (kiri) saat menunjukkan kemasan kombinasi obat hasil penelitiannya dengan BIN dan Gugus Tugas Nasional, di Media Center Gugus Tugas.* /BNPB / Dume Harjuti Sinaga/

PR BEKASI - Pandemi Covid-19 telah mendorong banyak ilmuwan berlomba-lomba untuk mencari vaksin dan pengobatan demi menyembuhkan kondisi pasien, termasuk di Indonesia.

Peneliti Universitas Airlangga (Unair) Dokter Purwati bersama Badan Intelijen Negara dan Gugus Tugas Nasional terus melakukan penelitian untuk memutakhirkan resep penyembuhan COVID-19.

Dilansir BNPB, Sabtu 13 Juni 2020, dikabarkan pihaknya melakukan penelitian terkait dengan regimen kombinasi obat dan juga jenis stem cell yang efektif.

Baca Juga: Peneliti LIPI Temukan Jenis Katak Baru, Berukuran Mini Seukuran Uang Logam Rp 1.000 

Regimen merupakan komposisi jenis dan jumlah obat serta frekuensi obat sebagai upaya terapi pengobatan.

Titik penolakan penelitiannya sendiri berdasarkan prinsip penyakit infeksi, di mana adanya konsep tiga sisi yang terdiri dari host, lingkungan, dan agen.

"Jadi manusia itu sendiri, virus itu sendiri, dan faktor lingkungan yang apabila dibuat sesuatu hal yang sedemikian rupa sehingga mendukung pertumbuhan virus tersebut," kat dia di Media Center Gugus Tugas Nasional.

Menurut perempuan bergelar doktor ini, pihaknya dan BIN terus meneliti serta menggunakan regimen untuk pengobatan medis.

Baca Juga: Hubungan Kian Memanas, PM Australia Scott Morrison Tegaskan Tidak Takut Ancaman Tiongkok 

Upaya pengobatan yang didukung Gugus Tugas Nasional dalam percepatan penanganan COVID-19 merupakan rangkaian upaya dari pengujian dan pelacakan. Pengobatan yang dilakukan bersifat medis dan nonmedis.

"Kombinasi obat-obatan yang sudah dilakukan penelitian dari obat-obatan yang sudah ada di pasaran dan kami teliti untuk potensi dan efektivitas obat tersebut sehingga indikasinya diperluas menjadi obat yang mempunyai efek antiviral terhadap SARS-CoV-2 yang berbasis dari virus isolat Indonesia yang sampelnya diambil dari pasien di RSUA yang telah mendapatkan sertifikat laik etik, melalui serangkaian proses,” ujarnya.

Untuk proses pertama sendiri yakni dengan cara uji toksisitas. Proses kedua yakni dengan cara mengecek dan meneliti potensi obat yang digunakan tersebut, seberapa besar daya bunuhnya terhadap pandemi Covid-19.

Baca Juga: Hasil Survei LSI Sebut Masyarakat Lebih Cemas Kesulitan Ekonomi daripada Terpapar Virus Corona 

Dan proses ketiga dengan cara meneliti efektivitas obat tersebut berapa besar dan berapa lama berefek terhadap penghambatan dan penurunan jumlah virus.

"Penelitian ini juga dilakukan, pegukuran sitokin inflamasi dan anti-inflamasi. Dari hasil penelitian ini didapatkan peningkatan sitokin-sitokin anti-inflamasi (anti keradangan) dan penurunan sitokin-sitokin inflamasi (keradangan), di mana pada infeksi virus ini biasanya didapatkan kadar sitokin inflamasi yang tinggi sehingga mengakibatkan keadaan yang kurang bagus bagi organ-organ tubuh," ucapnya.

Dari 14 regimen obat yang diteliti, ada 5 kombinasi regimen obat yang mempunyai potensi dan efektivitas yang cukup bagus untuk menghambat virus itu masuk ke dalam sel target dan juga membantu penurunan perkembangbiakannya di dalam sel.

Baca Juga: Bertambah 577, Achmad Yurianto: Banyak Daerah yang Laporkan Kesembuhan daripada Positif Covid-19 

“Hasil tersebut dapat diikuti bertahap dari 24 jam, 48 jam, dan 72 jam, dan virus tersebut yang jumlahnya ratusan ribu berkurang hingga tak terdeteksi,” katanya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com.

Dalam kesempatan itu juga, Dokter Purwati menunjukkan kemasan kombinasi obat yang belum diperjualbelikan.

"Jadi ada lima macam kombinasi yakni lipnavir atau ritonavir dan azithromycin. Kedua, lopinavir atau ritonavir dan doxycycline. Ketiga lopinavir atau ritonavir dan clarithromycin. Keempat, hidkroksi klorokuin dan azithromycin, serta kelima kombinasi hidroksi dan doxycycline,” ujar dia.

Ia mengatakan bahwa kenapa dipilih regimen kombinasi karena potensi dan efektivitas yang cukup bagus terhadap daya bunuh virus. Dosis kombinasi yang lebih kecil 1/5 sampai 1/3 dari dosis tunggal sehingga sangat mengurangi toksitas obat tersebut di dalam sel tubuh yang sehat.

Baca Juga: Masih Masuk Zona Kuning, 23 Mal di Kota Bandung Tetap Dipastikankan Buka Senin 15 Juni 2020 

"Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah virus menurun sampai tidak terdeteksi setelah diberi regimen obat tersebut. Maka bisa memutus mata rantai penularan," ucapya.

Sedangkan untuk jenis sel punca yang diteliti untuk potensi sebagai antiviral pada Covid-19 ini yaitu HSCs (Haematopetics Stem Cells) dan NK (Natural Killer) Cells.

Setelah diteliti potensinya dan efektivitasnya dengan uji tantang pada virus isolat Indonesia ini, maka untuk HSCs yg diambil dari darah dibiakkan 3-4 Hari, didapatkan hasil setelah 24 jam virus menjadi tidak terdeteksi.

Sedangkan untuk NK cells, bahannya diambil dari Pheriperal blood mononucleated cells yang dikendalikan selama 7-14 hari di laboratorium sel punca.

Baca Juga: Lagu Keke Bukan Boneka Disebut Hasil Jiplakan, Pakar Sebut Personal Branding Kekeyi Justru Kian Kuat 

Setelah 72 jam, NK cells melakukan inaktivasi sebagian besar virus sehingga bisa direkomendasikan untuk preventif (pencegahan) dan juga pengobatan.

“Kami berharap apa yang kami lakukan BIN, Gugus Tugas Nasional, dan seluruh pihak dapat memberikan manfaat tidak hanya kepada masyarakat di Indonesia tetapi juga dunia,” ucap dia.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: BNPB

Tags

Terkini

Terpopuler