Vanuatu Sentil Indonesia Soal HAM di Papua dalam Sidang PBB, Diplomat RI: Terus Terang Saya Bingung

27 September 2020, 18:45 WIB
ILUSTRASI perserikatan bangsa-bangsa atau PBB.* /pixabay

 

PR BEKASI – Perdana Menteri Vanuatu Bob Loughman kembali memanfaatkan Sidang Majelis Umum (SMU) PBB untuk mengkritik Pemerintah Indonesia atas tindakan yang disebut telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) warga Papua Barat.

Sebelumnya, Vanuatu juga melakukan hal serupa dalam SMU Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke74 pada tahun lalu.

Pada sesi debat umum SMU PBB ke75 tersebut, dia mengatakan pelanggaran HAM di wilayah Papua Barat semakin meluas.

Baca Juga: Sejumlah Perumahan Tempat Karyawan Kena Imbas Penyebaran Covid-19 dari Klaster Industri di Bekasi

“Pelanggaran HAM di sekitar kita telah terjadi secara meluas, dan sepertinya dunia mengambil langkah selektif dalam penanganan pelanggaran ini di wilayah kita,” tutur Loughman, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs RRI.

“Warga di Papua Barat terus menderita atas kekerasan HAM yang terjadi,” ucapnya menambahkan.

Tidak sampai disitu, Loughman pun menyebut dalam Forum Kepulauan Pasifik tahun lalu, para anggota mendesak Indonesia untuk memberikan izin kepada Komisioner HAM PBB masuk ke wilayah Papua Barat.

Baca Juga: Kaukus Ekonom Hijau Sebut Polusi Udara Bisa Sebabkan Krisis seperti Pandemi Covid-19

“Karena itu, saya meminta kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan apa yang diminta dalam pertemuan Para Pemimpin Pasifik sebelumnya,” ungkap Loughman.

Namun, di hari yang sama, melalui diplomat Perutusan Tetap RI (PTRI) New York, Sylvany Austin, Indonesia menyatakan keberatan atas pernyataan Perdana Menteri Loughman tersebut.

Dia bahkan mempertanyakan kembali posisi Vanuatu yang mengkritik integritas Pemerintah Indonesia.

Baca Juga: 5 Fakta Konser Dangdut yang Digelar di Tengah Lonjakan Covid-19 hingga Datangkan Ribuan Penonton

“Sungguh memalukan bahwa negara tunggal ini terus memiliki obsesi yang berlebihan, dan tidak sehat tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak atau memerintah dirinya sendiri,” ungkap Sylvany.

“Terus terang, saya bingung. Bagaimana mungkin suatu negara mencoba untuk mengajar orang lain, tetapi tidak memahami inti dari prinsip-prinsip dasar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,” tuturnya melanjutkan.

Sylvany pun kembali mengutip pernyataan dari Presiden Joko Widodo pada pidato SMU PBB ke75, terkait pentingnya menghormati kedaulatan negara lain.

Baca Juga: Sarat Kepentingan, Baliho Raksasa #ErickOut Buat Geger Warga Banten

“Presiden Indonesia menyatakan beberapa hari yang lalu di Balai Besar PBB ini, dan saya kutip. ‘Kita harus mengedepankan pendekatan win-win yang akan menjadi hiasan di antara negara, adalah keuntungan yang sama’,” tuturnya.

“Memang seruan seperti itu digaungkan oleh para pemimpin dunia sepanjang minggu yang penting ini, tetapi negara cuek ini memilih yang sebaliknya,” ungkap Sylvany melanjutkan.

Dia juga mengatakan bahwa Vanuatu tidak memahami prinsip-prinsip Piagam PBB, yang secara jelas menetapkan penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah.

Baca Juga: Berita Baik, DKI Jakarta Jadi Provinsi dengan Jumlah Tambahan Pasien Sembuh Covid-19 Terbanyak di RI

Sehingga penting bagi Indonesia, untuk melakukan pembelaan terhadap segala bentuk advokasi sepratisme yang disampaikan dengan kedok kepedulian hak asasi manusia yang dibuat-buat.

“Provinsi Papua dan Papua Barat adalah wilayah Indonesia yang tidak dapat ditarik kembali sejak 1945. Hal itu juga telah didukung dengan tegas oleh PBB dan Komunitas Internasional beberapa dekade yang lalu. Ini final. Tidak dapat diubah dan permanen,” tutur Sylvany.

Menurutnya, atas prinsip-prinsip tersebut, sudah saatnya Vanuatu berhenti seolah-olah menjadi representasi rakyat Papua.

Baca Juga: LIVE STREAMING MotoGP Catalunya Hari Ini, Franco Morbidelli Pimpin Pole Position

“Biar saya beritahu mereka, anda bukan representasi dari orang Papua, dan berhentilah berfantasi menjadi representasi itu. Sejak dulu, kami semua berperan penting dalam pembangunan Indonesia, termasuk di Pulau Papua,” ungkap Sylvany.

Dia pun menambahkan bahwa dalam catatan Indonesia, Vanuatu bahkan belum menandatangani Konvensi Internasional mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial dan perjanjian internasional lainnya.

Sementara hal tersebut telah ditandatangani dan didukung penuh oleh Indonesia.

Baca Juga: Bobby Nasution-Aulia Rahman Lakukan Banyak Pelanggaran Saat Kampanye, Bawaslu: Mereka Tidak Siap

“Dan bagaimana orang bisa berbicara tentang mempromosikan hak-hak masyarakat adat? Ketika negara itu bahkan tidak menandatangani Perjanjian Internasional tentang hak-hak ekonomi dan sosial budaya,” ungkap Sylvany.

“Instrumen inti hak asasi manusia, hal ini justru menimbulkan pertanyaan, apakah mereka benar-benar peduli dengan kepedulian masyarakat adat? Kami menyerukan kepada pemerintah, pada satu bagian dari satu atau dua, untuk memenuhi tanggung jawab hak asasi manusia anda kepada rakyat anda dan kepada dunia,” tuturnya.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler