Pompeo Sampaikan Pidato di Depan GP Ansor, Rocky Gerung: Mereka Dipakai Amerika Untuk Tegur Istana

31 Oktober 2020, 08:59 WIB
Kolase foto Mike Pompeo (atas) sampaikan pidato di depan GP Ansor (ilustrasi pasukan GP Ansor-bawah). /Instagram secpompeo /Antara /Anis Efizudin

 PR BEKASI - Kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) ke Indonesia, Mike Pompeo yang menyampaikan pidato di depan perwakilan ormas Islam Gerakan Pemuda (GP) Ansor menuai berbagai macam pendapat dari para pengamat politik.

Pasalnya, dalam kesempatan tersebut Mike Pompeo menyebut Partai Komunis Tiongkok sebagai salah satu ancaman terbesar bagi kebebasan beragama di masa depan.

Melalui unggahan video di kanal YouTube Rocky Gerung Official, pengamat politik Indonesia Rocky Gerung dengan semangat memberikan pendapatnya terkait hal tersebut.

Baca Juga: Jajan Murah dan Hemat Hanya Rp1 ala ShopeePay, Simak Caranya di Sini

Menurutnya dalam sistem politik Amerika menteri luar negeri adalah orang kedua terpenting setelah presiden. 

"Oleh Karena itu kehadiran menteri luar negeri itu artinya secara official, ada urgensi untuk meminta kepastian hubungan-hubungan negeri bilateral maupun lateral dan kita harus tau konteksnya," ucap Rocky Gerung.

Dalam hal ini Rocky Gerung menjelaskan bahwa ada ketegangan politik yang kemudian beralih menjadi ketegangan militer di Laut China Selatan.

Baca Juga: Tetap Waspada, Siang hingga Malam Hari Kota dan Kabupaten Bekasi Akan Diguyur Hujan Disertai Petir

"Jadi Pompeo sebetulnya datang untuk mengobservasi Laut Cina Selatan melalui kita. Secara historis Indonesia ada di dalam proksi (kekuatan) Amerika, tapi sekarang secara pragmatis Indonesia dianggap terlalu memberi peluang banyak secara bisnis maupun politik kepada Cina," tuturnya.

Sehingga menurut Rocky Gerung, Amerika ingin menghitung ulang papan catur di Laut China Selatan dengan mulai melakukan konsolidasi seperti proksi Jepang yang memiliki Korea Selatan, Filipina, dan Singapura.

"Kehadiran menteri luar negeri di GP Ansor, itu artinya ada hitungan yang sangat taktis, karena GP Ansor mewakili mayoritas umat Islam," ucapnya.

Baca Juga: Jasa Marga Imbau Warga Hindari Puncak Arus Balik ke Jakarta pada Minggu 1 Oktober 2020 Besok

Rocky Gerung pun menjelaskan mengapa Pompeo tidak berdiskusi dengan NU, menurutnya dalam hitungan politik luar negeri Amerika, militansi GP Ansor lebih terlihat daripada NU.

"GP Ansor itu militansinya itu lebih terlihat daripada manuver politik NU sebagai induk ideologisnya itu," ucapnya.

"Tentu ada pembicaraan dengan NU saat itu, mungkin diplomasi setengah kamar juga dengan beberapa ormas islam lainnya, tetapi kalau secara terbuka Pompeo memberi ceramah dan isi ceramah itu sangat kuat pesannya, bahwa hati-hati soal bahaya Cina segala macem bisa bahaya," tuturnya menambahkan.

Baca Juga: Ilmuwan Sebut Orang yang Enggan Pakai Masker di Keramaian Mungkin Punya Gangguan Kepribadian

Selain untuk mengobservasi Laut Cina Selatan, menurut Rocky Gerung, kedatangan Pompeo merupakan teguran Amerika kepada Indonesia

"Jadi sebetulnya Amerika menegur Indonesia melalui GP Ansor, kan itu pesan diplomatiknya, itu cara-cara yang kita pahami kalau kita belajar sedikit tentang strategi-strategi soft power dari Amerika," ucapnya.

Sehingga Menurutnya, GP Ansor dimanfaatkan atau dipakai oleh Amerika untuk menegur istana. 

Baca Juga: Unggahannya Dinilai Promosikan Pembantaian, Mahathir Keluhkan Salah Tafsir Facebook dan Twitter

"Jadi Ansor dimanfaatkan atau dipakai oleh Amerika untuk menegur istana, istana proksinya terlalu ke Cina, kan gak mungkin Pompeo mengucapkan hal yang sama pada Presiden Jokowi kan, itu taktik diplomasi aja," tuturnya.

"Kita tahu kalo kita buka-buka sejarah kembali, ketika peristiwa tentang pemberantasan G30S PKI itu di luar TNI kan salah satunya GP Ansor nih yang sangat militan menghadapi PKI," ucap Rocky menambahkan.

Rocky Gerung juga menjelaskan bahwa Amerika punya tugas khusus untuk Indonesia karena Indonesia dianggap sebagai pemain potensial di Asia Tenggara.

Baca Juga: Pergerakan Lempeng Afrika ke Utara Penyebab Gempa Berkekuatan 7.0 SR Goncang Turki

"Sehingga ahli-ahli pemerintahan Trump buka lagi file lama itu, buat liat siapa dan kelompok mana yang bisa dijadikan proksi untuk kepentingan Amerika memperluas diplomasinya di Asia Tenggara," ucapnya.

Menurutnya hal tersebut Trump lakukan karena ingin mendapatkan tambahan suara untuk menandingi Biden yang makin lama semakin kuat.

"Trump perlu kontraksi-kontraksi kecil di dalam negeri, sekarang dia dapat momentum itu untuk menunjukan bahwa Amerika bisa betul-betul gelar senjata di Laut China selatan, dan memastikan Indonesia bila momentum itu tiba ada di pihak mana tuh, dia mau baca itu dulu sebetulnya," tutup Rocky Gerung.***

Editor: Puji Fauziah

Tags

Terkini

Terpopuler