Sebelum era Donald Trump Berakhir, Israel Ketar-ketir dan Kebut Pencaplokan Permukiman Palestina

13 November 2020, 19:56 WIB
Kolase foto Presiden AS Donald Trump (atas) dan Ilustrasi Israel dan Palestina (bawah) yang kini ketar-ketir di akhir kepemimpinan. /Pikiran-rakyat.com

PR BEKASI - Situasi politik di Amerika di akhir era Donald Trump diwarnai dengan konflik dua negara di Timur Tengah, tepatnya antara Israel dan Palestina. Otoritas Israel semakin gencar membangun pemukiman ilegalnya di Yerusalem Timur. 

Sebelum berakhirnya masa jabatan Donald Trump, otoritas Israel akan kembali membangun unit permukiman yang akan memotong dua wilayah mayoritas warga Palestina di Yerusalem Timur.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Middle East Eye, Jumat, 13 November 2020, diharapkan pembangunan ini dimulai sebelum pelantikan presiden terpilih AS Joe Biden pada 20 Januari 2021. 

Baca Juga: Putuskan Jalan Sendiri-sendiri karena Beda Prinsip, Reza Surya Curhat Masih Sayang dengan Ria Ricis

Jadi, pembangunan ini bakal habis-habisan sebelum masa jabatan Donald Trump habis dan bagi Israel, ini kesempatan yang menjanjikan

Unit yang dibangun ini direncanakan akan mengisolasi lingkungan Palestina di Yerusalem Timur, yang selanjutnya membatasi peluang solusi politik.  

Pemukiman ilegal ini nantinya berada di Har Homa, Givat Hamatos dan Atarot. Disebutkan bahwa pemukiman ini akan memotong lingkungan Palestina di Beit Safafa dan Sharafat.

Kedua desa terletak tepat di utara kota Betlehem, Palestina di Tepi Barat yang diduduki, diduduki oleh Israel dalam perang Timur Tengah 1967. Saat ini ada sekitar 25.000 penduduk Palestina di Yerusalem Timur yang berada di dalamnya. 

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah di Tengah Konflik Islam dan Prancis, Stasiun TV Tiongkok Tayangkan Gambar Nabi?

Pihak Kotamadya Israel di Yerusalem pada hari Selasa meratifikasi pembangunan 108 unit pemukim di Ramat Shlomo sebelum Biden memasuki Kantor Oval pada bulan Januari.

Polemik pembangunan pemukiman ilegal di Ramat Shlomo memang terus berlangsung. 

Tercatat bahwa pemerintah Amerika di zaman presiden Barack Obama meminta pemerintah Israel untuk membekukan 1.800 unit bangungan permukiman di Ramat Shlomo pada tahun 2010, dan 2.610 unit permukiman ilegal di Givat Hamatos pada tahun 2014. 

Namun naiknya Presiden AS Donald Trump pada bulan Februari tahun 2016, membuat pemerintah Israel mengakhiri pembekuan tersebut.

Baca Juga: Tega Sebarkan Video Asusila Mirip Gisel, Polisi Ungkap Motif Pelaku: Demi Give Away

Aviv Tatarsky, dari kelompok hak asasi manusia Ir Amim, mengatakan bahwa nampaknya pemerintah Netanyahu memanfaatkan akhir masa jabatan Trump untuk menerapkan langkah cepat yang akan membatasi Israel dan mencegah penyelesaian politik di masa depan dengan cara apa pun.

"Nampaknya apa yang terjadi di Amerika Serikat,  membuat Netanyahu kehilangan teman dekat di Gedung Putih. Ya, Trump dan Israel yang begitu dekat dan seperti mendukung segalanya, mungkin saja akan berbeda di bawah Joe Biden?," ucap Aviv.

Sebelumnya Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menjelang pemilihan umum Israel pada bulan Maret, berencana untuk mengizinkan pembangunan sekitar 3.500 rumah bagi pemukim Yahudi di salah satu daerah paling sensitif di Tepi Barat.

Baca Juga: Tega Sebarkan Video Asusila Mirip Gisel, Polisi Ungkap Motif Pelaku: Demi Give Away

Perlu diketahui, pengesahan Joe Biden dan Kamala Harris sebagai Presiden dan Wakil Presiden Amerika Serikat pada 20 Januari 2020 nanti.

Selain Harris yang menjadi wanita pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS, Biden juga akan mencatatkan sejarah. Ia akan menjadi presiden AS tertua saat dilantik dalam sejarah AS. 

Hal itu karena pada 20 November 2020, Biden akan berusia 78 tahun. Joe Biden lahir pada tahun 1942, di masa Perang Dunia II. Joe Biden dalam sebuah wawancara dengan media ABC mengaku wajar jika orang-orang membahas mengenai usianya. 

"Mudah-mudahan, saya bisa menunjukkan bahwa dengan usia, datang kebijaksanaan dan pengalaman yang bisa membuat segalanya jauh lebih baik. Itu untuk Anda semua yang memutuskan, bukan saya yang memutuskan," kata Joe Biden.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Middle East Monitor

Tags

Terkini

Terpopuler