Situasi Mulai Darurat, Pfizer dan Moderna Ajukan Izin ke Agensi Obat-obatan Eropa

- 1 Desember 2020, 22:07 WIB
Ilustrasi vaksin Covid-19 Pzifer dan Moderna.
Ilustrasi vaksin Covid-19 Pzifer dan Moderna. /Pixabay/fotoblend./Pixabay

PR BEKASI - Vaksin Covid-19 sampai saat ini masih diproduksi dan diproses di beberapa negara. Amerika Serikat (AS) pun telah mendaftarkan vaksinnya ke regulator Eropa.

Diketahui bahwa, dua perusahaan farmasi yang memproduksi vaksin Covid-19 yakni Pfizer dan Moderna juga tengah mendaftarkan vaksin Covid-19 garapannya ke regulator Eropa.

Hal tersebut mereka lakukan dengan harapan bahwa setelah AS mereka bisa mendistribusikan vaksin Covid-19 juga di Eropa akhir tahun 2020 ini.

Baca Juga: Beralasan Masih Istirahat Setelah Keluar Rumah Sakit, Habib Rizieq Tak Penuhi Panggilan Polda Metro

Sama seperti situasi di AS, mereka mengajukan izin distribusi untuk situasi darurat kepada Agensi Obat-obatan Eropa (EMA).

Dengan kata lain, distribusi awal tidak akan bersifat luas dahulu. Tapi, kepada kelompok-kelompok yang paling terdampak seperti pasien lansia dan petugas medis.

"Kami sudah menerima aplikasi untuk izin distribusi," kata EMA dalam keterangan persnya, dikutip oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Selasa, 1 Desember 2020.

Sebelumnya, vaksin Covid-19 Pfizer lebih dulu diumumkan efektif ke publik. Dalam uji terakhirnya, vaksin Covid-19 mereka terbukti hingga 95 persen efektif dan tidak menimbulkan efek samping berbahaya.

Baca Juga: Dicurigai Terlibat dengan Militer, Amerika Blacklist 4 Perusahaan Tiongkok

Berdasarkan hasil tersebut, membuat mereka berani untuk mulai menyusun distribusinya dan mendaftar ke Badan Administrasi Obat-obatan dan Makanan Amerika (FDA).

Selanjutnya, Moderna menyusul tak lama kemudian. Setelah memastikan vaksin buatan mereka 94,1 persen efektif mencegah gejala Covid-19 muncul dan 100 persen efektif mencegah gejala yang lebih parah, mereka mendaftar ke FDA.

Diketahui, mereka sendiri sudah mengamankan pesanan vaksin Covid-19 dengan nilai kurang lebih 1,1 miliar dolar atau setara Rp15,6 triliun (per Oktober).

Setelah Pfizer dan Moderna, perusahaan farmasi lainnya yang dikabarkan akan segera menyusul adalah AstraZeneca, Sinovac, Johnson & Johnson, dan masih banyak lagi. 

Baca Juga: Dicurigai Terlibat dengan Militer, Amerika Blacklist 4 Perusahaan Tiongkok

Beberapa di antaranya sudah masuk dalam uji tahap akhir dan hanya perkara waktu untuk mendapat kepastian efektivitasnya.

Sementara itu, Kanselir Jerman Angela Merkel mewanti-wanti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mulai memastikan adanya suplai vaksin Covid-19 yang cukup untuk negara berkembang.

Ia khawatir negara-negara besar akan memprioritaskan suplai untuk masing-masing dahulu dibanding negara-negara kecil yang jauh lebih terdampak Covid-19.

"Jujur saya khawatir belum ada negosiasi," kata Angela Merkel pada akhir November lalu.

Baca Juga: Kota Bandung dan KBB Masuk Zona Merah, Ridwan Kamil Imbau Wisatawan Tak Kunjungi Wilayah Itu

"Yang terpenting sekarang adalah COVAX (inisiatif distribusi vaksin WHO) memulai negosiasi (pengadaan vaksin untuk negara berkembang) dengan berapa pun uang yang sudah terkumpul sekarang," kata Angela Merkel menambahkan.

Hingga berita ini ditulis, COVAX sudah mengumpulkan dana hingga 5 miliar dolar atau Rp70 triliun dengan 600 juta dolarnya berasal dari Jerman.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x