Deklarasikan 'Darurat Iklim' Dipicu Pemanasan Global, Selandia Baru Optimis Bebas Karbon 2025

- 3 Desember 2020, 06:15 WIB
Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern menyatakan darurat iklim di negaranya.
Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern menyatakan darurat iklim di negaranya. /Stuff.co.nz

PR BEKASI – Dengan bertambah parahnya kondisi  pemanasan global yang semakin mengkhawatirkan, Selandia Baru telah mendeklarasikan "darurat iklim" dan berjanji untuk menjadikan sektor publiknya bebas dari karbon pada tahun 2025.
 
Hal tersebut disampaikan oleh Perdana Menteri (PM) Selandia Batu, Jacinda Ardern dalam rapat parlemen pada Rabu, 2 Desember 2020 dan telah disetujui 76 suara anggota parlemen Selandia baru.
 
“Deklarasi darurat iklim adalah untuk menyelamatkan dari generasi berikutnya. Bila kita tidak mengambil tindakan ini sekarang, maka anak cucu kita akan memikul beban yang berat karena perubahan iklim," kata Jacinda Ardern.

Baca Juga: Habib Rizieq Minta Maaf Soal Kerumunan Massa, dr. Tirta: Gak Ada Manusia yang Sempurna

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Al Jazeera, menurutnya, perubahan iklim yang karena pemanasan global merupakan salah satu tantangan terbesar di zaman modern ini bagi umat manusia.
 
Dirinya juga mencatat perubahan iklim telah berdampak terhadap cuaca yang menjadi tak menentu dan ekstrem di Selandia Baru serta membuat beberapa spesies hewan dan tumbuhan berkurang jumlahnya dan terancam punah.
 
"Jika kami tidak menanggapi perubahan iklim, kami akan terus menghadapi keadaan darurat ini di pantai kami," kata Jacinda Ardern
 
Selandia Baru pun sekarang bergabung dengan Jepang, Kanada, Prancis, Inggris, dan 32 negara lain yang telah menyatakan darurat iklim.

Baca Juga: Sebut Gerindra Gagal Manfaatkan Posisi Menteri, Refly Harun: Pekalah dan Marahlah Pada Koruptor

Partai Nasional, yang merupakan kelompok oposisi utama Selandia Baru telah menentang pernyataan Jacinda Ardern tersebut dengan mengatakan hal itu hanya dapat membuat gaduh masyarakat Selandia Baru.
 
"Ini bisa membahayakan jika membuat orang berpikir bahwa dengan mengumumkan keadaan darurat sesuatu telah terjadi, padahal belum," kata pemimpin Partai Nsional Judith Collins kepada Radio Selandia Baru.
 
Jacinda Ardern, yang kembali dilantik menjadi PM Selandia Baru pada Oktober 2020 lalu telah menyebut perubahan iklim sebagai "momen bebas nuklir dari generasi kita".
 
Dalam masa jabatan pertamanya, dia mengesahkan RUU Karbon Nol, yang menetapkan kerangka kerja untuk nol emisi bersih pada tahun 2050 dengan pengecualian untuk pertanian dan melarang eksplorasi minyak dan gas lepas pantai baru.

Baca Juga: Effendi Gazali Akui Teman Dekat Edhy Prabowo, Karni Ilyas: Tapi Anda Tak Nangis Seperti Ali Ngabalin

Hampir setengah dari emisi gas rumah kaca Selandia Baru berasal dari pertanian, terutama metana.
 
Pemerintah Selandia Baru berjanji bahwa sektor publik akan mencapai bebas karbon pada tahun 2025.
 
Lembaga pemerintah harus mengukur dan melaporkan emisi dan mengimbangi emisi yang tidak dapat mereka potong pada tahun 2025.
 
Greenpeace menyambut baik deklarasi tersebut tetapi menantang pemerintah untuk menindaklanjuti kebijakan dan tindakan.

Baca Juga: Tegaskan Revolusi Akhlak Bukan Pemberontakan, HRS Minta Setop Kegaduhan dan Kezaliman

"Saat rumah terbakar, tidak ada gunanya membunyikan alarm tanpa memadamkan api juga. Memadamkan api di Selandia Baru berarti mengatasi emisi pertanian," kata juru kampanye pertanian dan iklim Greenpeace, Kate Simcock.
 
Kritikus juga mengatakan bahwa pemerintah Jacinda Ardern belum berbuat cukup untuk meningkatkan reputasi "bersih dan hijau" Selandia Baru sejak ia menjabat pada 2017.
 
Climate Action Tracker, layanan penilaian independen sains, menilai kebijakan iklim Selandia Baru “tidak cukup” untuk memenuhi tujuannya berdasarkan kesepakatan iklim Paris 2015.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x