Ancam Balik, Google Akan Tutup Layanan di Australia jika Dipaksa Bayar Konten Media

- 23 Januari 2021, 12:38 WIB
Ilustrasi pencarian konten di mesin pencarian Google.
Ilustrasi pencarian konten di mesin pencarian Google. /PIXABAY/

PR BEKASI - Google merupakan salah satu perusahaan pencarian terbesar di dunia yang memiliki kantor cabang di sejumlah negara.

Nama Google pun saat ini menjadi sorotan ketika diberitakan perselisihannya dengan pemerintah Australia.

Australia dikabarkan tengah berupaya mewajibkan Google untuk membayar media yang kontennya mereka pakai mendapat perlawanan.

Baca Juga: Rumah Tangga Stefan William Diisukan Retak, Ibu Celine Evangelista: Mereka Baik-baik Saja

Namun, Google mengancam balik Pemerintah Australia dengan menyatakan bahwa pihaknya akan mematikan layanannya di negeri Kangguru apabila diwajibkan membayar konten yang mereka pakai.

"Model regulasi yang bias ini menghadirkan ancaman finansial maupun operasional bagi Google," kata Managing Director Google untuk kawasan Australia, Mel Silva, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Channel News Asia pada Sabtu, 23 Januari 2021.

Sebelumnya, Australia berniat mengatur penggunaan konten perusahaan media oleh perusahaan-perusahaan teknologi seperti Google dan Facebook.

Baca Juga: Bantah Isu Nikah Settingan dengan Eva Belisima, Kiwil: Dia Itu Mapan, dan Gue Bisa Numpang

Tujuannya yakni, agar perusahaan seperti Google maupun Facebook tidak leluasa mengambil konten perusahaan media dan kemudian digunakan dalam hasil pencarian mereka atau news feed.

Bulan lalu, legislasi atas aturan tersebut diumumkan. Hal tersebut menyusul investigasi regulator persaingan usaha Australia yang mendapati Google cs terlalu berkuasa di industri media.

Jika hal itu dibiarkan, pemerintah Australia khawatir Google dan perusahaan-perusahaan sejenis akan menjadi ancaman untuk demokrasi.

Baca Juga: Cek Fakta: Mulai Besok Polisi Dikabarkan Akan Gelar Operasi Zebra Gabungan se-Indonesia

Selanjutnya, Australia menargetkan regulasi beres dan sah tahun ini. Jika sah, maka Google wajib membayar perusahaan media atas setiap konten yang mereka pakai, mulai dari hasil pencarian hingga news feed.

Google dan perusahaan media diberi keleluasaan untuk bernegosiasi harga.

Namun, jika tidak tercapai kata sepakat, badan arbitrasi Australia yang akan menentukan nilai kontennya.

Baca Juga: Anies Disabotase di Malam Hari, Refly Harun: Ada yang Tidak Suka Lihat Gubernur Berhasil

Google menegaskan bahwa mereka tidak main-main dengan ancamannya. Mereka bahkan mengancam 19 juta pengguna Google di Australia akan dirugikan, termasuk dari layanan mereka yang lain seperti Youtube.

"Jika aturan itu berlaku, kami tidak punya pilihan lain selain menghentikan layanan Google di Australia," kata Silva.

PM Australia Scott Morrison bergeming. Ia berkata, hak Australia membuat aturan untuk mencegah monopoli.

Baca Juga: Covid-19 Masih Mengancam, Uni Eropa Ingin Ada Standar Sertifikat Vaksin

Adapun ancaman penalti jika memberontak dari regulasi baru ini, nantinya, adalah denda maksimal 7.7 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp115.5 miliar

"Mereka yang mau patuh terhadap aturan akan kami sambut. Hal yang jelas, kami tidak merespon ancaman," kata Morrison.

Sementara itu, pemerintah AS, pada pekan ini, dikabarkan akan turun tangan untuk membantu Google. Mereka menyarankan Australia untuk menerapkan aturan yang sifatnya lebih sukarela.

Baca Juga: Senat Amerika Serikat Akan Gelar Sidang Pemakzulan Donald Trump Pekan Depan

Di belahan dunia lain, Google membuat kesepakatan dengan perusahaan publikasi Prancis senilai 1.3 miliar dolar AS atau lebih dari Rp1 triliun untuk bisa menggunakan konten-konten mereka.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Channel News Asia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x