Titik Panas di Kawasan Asia Tenggara Diprediksi Meningkat Tajam Mulai Juni 2021, Indonesia Termasuk?

- 27 Mei 2021, 21:10 WIB
Ilustrasi peningkatan suhu bumi saat musim kemarau.
Ilustrasi peningkatan suhu bumi saat musim kemarau. /REUTERS/Jayanta Dey

PR BEKASI - Menjelang pertengahan 2021, mereka yang tinggal di Asia Tenggara diperkirakan akan memasuki musim kemarau dengan peningkatan suhu bumi yang signifikan.

Selain itu, terdapat ancaman serius bahwa kondisi cuaca seperti itu dapat menghasilkan kabut asap yang memang hampir melanda setiap tahunnya di banyak wilayah Asia Tenggara. Beberapa tahun dinilai jauh lebih buruk daripada yang lain.

Meski masih dini, data meteorologi yang disediakan oleh Pusat Meteorologi Khusus ASEAN (ASMC) memperkirakan hari-hari pada bulan tersebut akan lebih banyak dilewati oleh kondisi kering dan munculnya lebih banyak hotspot/titik panas.

Baca Juga: Besok Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Akan Rasakan Suhu Lebih Dingin Akibat Bumi Menjauh dari Matahari

Menurut Kebencanaan Babel, Hotspot/titik panas merupakan suatu area yang memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan sekitarnya yang dapat dideteksi oleh satelit.

Selain itu hotspot/titik panas yang banyak dan menggerombol dapat menunjukkan adanya kejadian kebakaran lahan/hutan di suatu wilayah dan dapat menimbulkan kabut asap.

Meskipun tidak ada jejak kabut asap yang signifikan sejauh ini, ASMC mendeteksi titik panas yang terisolasi berada di beberapa bagian Myanmar, Vietnam, Sumatera, dan Malaysia Timur.

Baca Juga: Studi Terbaru: Suhu Kutub Selatan Meningkat Tiga Kali Lipat, Tak Ada yang Mengira Itu Bisa Terjadi

"Kondisi antar musim biasanya bertransisi menjadi Monsun Barat Daya pada bulan Juni dengan angin yang menguat dan bertiup dari tenggara atau barat daya," kata ASMC dalam laporan mereka yang diperbarui secara berkala.

"Musim Monsun Barat Daya adalah musim kemarau tradisional di kawasan ASEAN selatan, yang membawa kondisi kemarau terus-menerus di kawasan itu," sambung laporan tersebut.

Meskipun curah hujan melimpah di daerah tertentu selama beberapa minggu terakhir, data menunjukkan bahwa bulan-bulan mendatang kemungkinan besar akan mengalami musim kemarau yang sama yang terjadi setiap tahun.

Baca Juga: Ahli Mikrobiologi: Virus Corona Bisa Mati oleh Kenaikan Suhu

"Karena musim kemarau tradisional biasanya terjadi selama bulan Juni / Juli, situasi hotspot dan kabut asap diperkirakan akan meningkat dengan peningkatan risiko kabut asap lintas batas di wilayah tersebut," kata ASMC seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Mashable pada Kamis, 27 Mei 2021.

Seberapa besar kontribusi iklim kering yang akan datang terhadap cuaca berasap dalam waktu dekat masih harus dilihat, tetapi jelas, keberadaan kabut asap di tengah pandemic dinilai mengkhawatirkan.

Lebih lanjut satelit yang dikenal untuk mendeteksi hotspot/titik panas adalah Satelit NOAA, Terra/Aqua MODIS, maupun data satelit penginderaan jauh.

Baca Juga: Suhu Ideal yang Perlu Diperhatikan untuk Tingkatkan Kualitas Tidur

Saat ini, data inilah yang masih paling efektif dalam memantau kebakaran lahan dan hutan untuk wilayah yang luas dan cepat.

Teknologi satelit penginderaan jauh saat ini memungkinkan memantau kebakaran lahan dan hutan secara near real time.***

Editor: Elfrida Chania S

Sumber: Mashable


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x