Terancam Dipenjara, Kekuasaan PM Israel Benjamin Netanyahu Kini di 'Ujung Tanduk'

- 4 Juni 2021, 10:52 WIB
Demonstran memakai topeng Benjamin Netanyahu dengan kostum tahanan dan borgol mainan di Yerusalem.
Demonstran memakai topeng Benjamin Netanyahu dengan kostum tahanan dan borgol mainan di Yerusalem. /Reuters/Ammar Awad

PR BEKASI - Perdana Menteri (PM) terlama dalam sejarah negara Israel, Benjamin Netanyahu yang telah berkuasa selama 12 tahun kini berada di ambang akhir kekuasaannya.

Pemimpin oposisi Yair Lapid baru saja mengumumkan calon koalisi baru yang berpotensi besar menggulingkan tahta Benjamin Netanyahu.

Di atas kertas calon koalisi ini memegang mayoritas tipis di parlemen, tetapi mosi tidak percaya diperkirakan tak akan terjadi selama beberapa hari ke depan.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Jemaah Haji Indonesia Ditolak Arab Saudi karena Belum Bayar Uang Akomodasi? Simak Faktanya

Sementara itu dilansir Pikiranrakyat-Bekasi.com dari The New York Times, Jumat, 4 Juni 2021, Netanyahu hingga saat ini terus diburu waktu untuk membujuk para calon pembelot di antara rekan-rekannya.

Perdana menteri berusia 71 tahun itu juga terancam hukuman penjara atas kasus korupsinya. Tetapi para pengamat politik memperingatkan bahwa Netanyahu tidak akan tinggal diam membiarkan rekornya selama 12 tahun beruntun putus.

Di Twitter misalnya, Partai Likud Netanyahu meminta para mantan sekutu sayap kanannya untuk segera menarik tanda tangan mereka.

Baca Juga: Husin Shihab Curiga UAH Galang Donasi Palestina untuk Kampanye Politik: Pak Ustaz Mau Jadi Ulama apa Politisi?

Nantinya koalisi pemerintahan baru Israel akan berupa jabatan bergilir dengan Naftali Bennett yang akan menjabat sebagai PM selama dua tahun, lalu diambil alih oleh Yair Lapid.

Namun jika pembelotan di detik-detik terakhir membuat aliansi perubahan gagal terbentuk, Israel kemungkinan harus mengadakan pemilu lagi. Pemilu yang kelima hanya dalam waktu dua tahun.

Yair Lapid (57) adalah seorang sentris sekuler yang mengepalai partai tengah-oposisi Yesh Atid. Ia menunda ambisinya menjadi Perdana Menteri Israel untuk menengahi kesepakatan koalisi.

Baca Juga: Ayah Rozak Rayakan Ulang Tahun ke-59, Ayu Ting Ting dan Keluarga Beri Kejutan Sederhana

"Saya berjanji bahwa pemerintah ini akan bekerja untuk melayani semua warga Israel, mereka yang memilihnya dan mereka yang tidak," tulisnya di Facebook miliknya.

Pengumuman itu mengakhiri empat minggu negosiasi panjang sejak Presiden Israel Reuven Rivlin menugaskan Yair Lapid untuk mencoba membentuk koalisi pemerintahan setelah Netanyahu gagal.

Sementara itu Naftali Bennett (49) yang merupakan mantan anak didik Netanyahu, adalah kunci dari kesepakatan untuk menggulingkannya.

Baca Juga: Infeksi Misterius Intai India, Ternyata Jauh Lebih Mematikan dari Covid-19?

Pada Minggu, 30 Mei 2021, Bennett kepala blok Yamina telah mengumumkan bahwa dia akan bergabung dengan Lapid.

"Empat pemilu telah membuktikan kepada kita semua bahwa tidak ada pemerintahan sayap kanan yang dipimpin oleh Netanyahu. Ini adalah pemilu yang kelima," kata Bennett.

Koalisi baru ini termasuk partai Harapan Baru dari mantan sekutu Netanyahu, Gideon Sa'ar dan partai nasionalis sekuler Avigdor Lieberman, Yisrael Beiteinu.

Baca Juga: Ferdinand: Said Didu Adu Domba, Membangun Opini Seolah-olah Ada yang Gembira Atas Batalnya Haji Tahun Ini

Pun bagian dari aliansi tersebut adalah Partai Buruh, Partai Meretz, dan Partai Biru Putih yang berhaluan tengah dari Menteri Pertahanan Benny Gantz.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah Israel, koalisi kali ini juga mencakup partai Arab Israel yaitu partai konservatif Islam Raam.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: New York Times


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah