Bantu Tangani Pandemi Covid-19, Kelompok G7 Sepakat Tarik Pajak Minimum Global 15 Persen dari Perusahaan

- 6 Juni 2021, 14:24 WIB
Kelompok G7 sepakat untuk menarik pajak sebesar 15 persen dari perusahaan multinasional untuk menangani pandemi Covid-19.
Kelompok G7 sepakat untuk menarik pajak sebesar 15 persen dari perusahaan multinasional untuk menangani pandemi Covid-19. /Gov.Uk/


PR BEKASI - Sejumlah negara yang terbentuk dalam kelompok G7 kembali menggelar pertemuan.

Pada hari Sabtu, 5 Juni 2021 kemarin hasil pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk menarik pajak global.

Pajak tersebut yakni, yang lebih tinggi pada bisnis multinasional seperti Google, Facebook, Apple dan Amazon.

Langkah itu dilakukan sebagai bentuk upaya dalam mengumpulkan ratusan miliar dolar.

Baca Juga: Kerap Kritik Vladimir Putin, Alexei Navalny Tewas Diracun di Bandara, G7 Desak Rusia Usut Tuntas

Tujuannya yakni untuk membantu pemerintah mengatasi dampak Covid-19.

Selanjutnya, negara-negara maju dalam Kelompok G7 setuju untuk mendukung tarif pajak minimum perusahaan global setidaknya 15 persen.

Perusahaan juga harus membayar lebih banyak pajak di negara tempat mereka melakukan penjualan.

"Para menteri keuangan G7 telah mencapai kesepakatan bersejarah untuk mereformasi sistem pajak global agar sesuai dengan era digital global," kata Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak setelah memimpin KTT G7 dua hari di London, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Minggu, 6 Juni 2021.

Baca Juga: Ancam Akan Lakukan Investigasi Terhadap Pajak Indonesia, DPR: Donald Trump Lebay

Seperti diketahui bahwa pertemuan kelompok G7 tersebut diselenggarakan di sebuah rumah megah abad ke-19 di dekat Istana Buckingham di pusat kota London.

Tak hanya itu, pertama tersebut merupakan kalinya para menteri keuangan bertemu tatap muka sejak awal pandemi Covid-19.

Sementara itu, Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mengatakan bahwa hal itu sebagai komitmen yang signifikan dan belum pernah terjadi sebelumnya.

Selanjutnya, akan mengakhiri apa yang ia sebut perlombaan ke dasar perpajakan global.

Baca Juga: Gelar Ritual Dancing Devils, Venezuela Berharap Pandemi Covid-19 Segera Berakhir

Menteri keuangan, Jerman Olaf Scholz mengatakan kesepakatan itu kabar buruk bagi surga pajak di seluruh dunia.

"Perusahaan tidak akan lagi dalam posisi untuk menghindari kewajiban pajak mereka dengan membukukan keuntungan mereka di negara-negara dengan pajak terendah," kata Scholz.

Sejumlaj negara kaya telah berjuang selama bertahun-tahun untuk menyetujui cara meningkatkan lebih banyak pendapatan dari perusahaan multinasional besar.

Tujuannya agar dapat membayar sedikit pajak atas miliaran dolar penjualan yang mereka lakukan di negara-negara di seluruh dunia, yang menguras keuangan publik.

Baca Juga: AS Susul Jepang, Kirimkan Bantuan 750 Ribu Dosis Vaksin Covid-19 ke Taiwan

Namun, pemerintahan Presiden AS, Joe Biden memberi dorongan baru pada pembicaraan yang macet itu, dengan mengusulkan tarif pajak perusahaan global minimum 15 persen untuk mencegah perusahaan membukukan keuntungan di tempat lain.

15 persen berada di atas level di negara-negara seperti Irlandia tetapi di bawah level terendah di G7.

Sementara, Amazon dan Google menyambut baik perjanjian tersebut dan Facebook mengatakan kemungkinan akan membayar lebih banyak pajak.

"Kami ingin proses reformasi pajak internasional berhasil dan menyadari ini bisa berarti Facebook membayar lebih banyak pajak, dan di tempat yang berbeda," kata Nick Clegg.

Baca Juga: Sedang Hamil 7 Bulan Anak Pertamanya, Perawat Ini Meninggal Terpapar Covid-19

Diketahui, Nick Clegg merupakan Wakil Presiden Facebook untuk urusan global dan mantan wakil perdana menteri Inggris.

Namun, beberapa kelompok kampanye pun mengutuk apa yang mereka lihat sebagai kurangnya ambisi.

Kesepakatan itu, dibuat selama bertahun-tahun, juga berjanji untuk mengakhiri pajak layanan digital nasional yang dipungut oleh Inggris dan negara-negara Eropa lainnya, yang menurut AS ditargetkan secara tidak adil kepada raksasa teknologi AS.

Tetapi langkah-langkah tersebut pertama-tama perlu mencari dukungan yang lebih luas pada pertemuan Kelompok G20, yang mencakup sejumlah negara berkembang, yang akan berlangsung bulan depan di Venesia.

Baca Juga: Peneliti Ungkap Vitamin D Belum Tentu Bisa Kurangi Risiko Tertular Covid-19

"Ini rumit dan ini adalah langkah awal," kata Sunak.

Perusahaan besar mana yang akan dicakup, dan bagaimana pemerintah membagi pendapatan pajak, masih harus disepakati.

Jerman, Prancis dan Italia menyambut baik kesepakatan pajak, meskipun Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mengatakan dia akan memperjuangkan tarif pajak perusahaan minimum global yang lebih tinggi dari 15 persen, yang dia gambarkan sebagai titik awal.

Kelompok aktvis seperti badan amal pembangunan internasional Oxfam juga mengatakan tarif pajak minimum harus jauh lebih tinggi.

Baca Juga: Peneliti Ungkap Vitamin D Belum Tentu Bisa Kurangi Risiko Tertular Covid-19

"Mereka menetapkan standar yang sangat rendah sehingga perusahaan dapat melangkahi saja," kata kepala kebijakan ketidaksetaraan Oxfam, Max Lawson.

Tetapi menteri keuangan Irlandia Paschal Donohoe, yang negaranya berpotensi terkena dampak karena tarif pajak 12.5 persen, mengatakan setiap kesepakatan global juga perlu memperhitungkan negara-negara kecil.

Sunak mengatakan kesepakatan itu adalah 'hadiah besar' bagi pembayar pajak, tetapi terlalu dini untuk mengetahui berapa banyak uang yang akan dikumpulkan untuk Inggris.

Perjanjian tersebut tidak menjelaskan secara pasti bisnis mana yang akan dicakup oleh aturan, hanya mengacu pada perusahaan multinasional terbesar dan paling menguntungkan.

Baca Juga: Palsukan Obat-Obatan dan Tabung Oksigen, Penipu di India Dapatkan Untung Banyak Selama Covid-19

Beberapa negara Eropa khawatir bahwa bisnis seperti Amazon bisa lolos karena melaporkan margin keuntungan yang lebih rendah daripada kebanyakan perusahaan teknologi terkenal lainnya.

Para menteri juga setuju untuk bergerak ke arah membuat perusahaan menyatakan dampak lingkungan mereka dengan cara yang lebih sesuai standar.

Sehingga, investor dapat memutuskan dengan lebih mudah apakah akan mendanai mereka.

Diketahui bahwa kelompok G7 itu mencakup AS, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, dan Kanada.

Hingga saat ini keputusan kelompok G7 tersebut disambut dengan kondusif oleh sejumlah pihak.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x