Dubes Wanita Pertama Afghanistan di AS: Masa Depan Perempuan Afghanistan adalah Masa Depan Afghanistan

- 22 Agustus 2021, 18:48 WIB
Ilustrasi warga bela hak perempuan di Afghanistan. Dubes perempuan pertama Afghanistan di AS mengaku merasa lumpuh dengan keadaan negerinya yang dikuasai Taliban saat ini.
Ilustrasi warga bela hak perempuan di Afghanistan. Dubes perempuan pertama Afghanistan di AS mengaku merasa lumpuh dengan keadaan negerinya yang dikuasai Taliban saat ini. /Dilara Senkaya/Reuters

PR BEKASI - Kantor kedutaan Afghanistan menempati sebuah rumah berbata merah yang indah di lingkungan Washington yang tenang dan dikelilingi pepohonan, jauh dari kepanikan di Kabul.

Diketahui kedutaan Afghanistan itu telah memasuki zona senja diplomatik, mengibarkan bendera pemerintah yang sudah tidak ada lagi pada Minggu, 22 Agustus 2021.

Kira-kira 30 staf di kedutaan Afghanistan masih menjawab telefon masuk, banyak dari mereka yang mencari suaka di AS, tetapi mengkhawatirkan kondisi keluarga di rumah.

Hingga bulan lalu, misi tersebut dipimpin oleh Roya Rahmani, seorang aktivis perempuan yang tiba pada 2018 sebagai duta besar perempuan pertama Afghanistan untuk AS.

Baca Juga: ARMY Afghanistan Harus Sembunyikan dan Bakar Album BTS: Saya Sangat Takut Taliban Datang

Kini, dua dekade keuntungan bagi perempuan Afghanistan tergantung pada seutas benang di tengah laporan bahwa banyak yang bersembunyi dari Taliban.

Selain itu, juga dengan adanya kabar kalau para presenter perempuan telah dilarang bekerja di televisi pemerintah.

“Apa yang terjadi di Afghanistan dapat ditentukan oleh apa yang akan terjadi pada perempuan Afghanistan,” kata Rahmani.

“Dengan kata lain, masa depan perempuan Afghanistan adalah masa depan Afghanistan. Jika itu menuju ke arah yang benar, negara ini menuju ke arah yang benar," sambungnya.

Baca Juga: Taliban Berkuasa, ARMY Afghanistan Terpaksa Sembunyikan hingga Bakar Album BTS

Dia menyatakan jika hal itu dikompromikan, ditindas, dan juga dilanggar maka begitu juga keadaan yang terjadi di Afghanistan.

Rahman juga tak mampu berkata-kata ketika ditanya mengenai keputusan Presiden AS Joe Biden yang seakan tidak menunjukkan lebih banyak belas kasih dan empati atas penderitaan perempuan dan anak di Afghanistan.

Begitu pun saat ditanyakan perihal kemungkinan Joe Biden memahami poin mengenai sentralitas perempuan untuk masa depan Afghanistan.

Baca Juga: Mantan Menteri Malaysia Ingin Bimbing Taliban, Negara-negara Muslim Diminta Kirim Perwaklian ke Afghanistan

"Saya tidak bisa berbicara untuknya," katanya, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari The Guardian.

Keputusan Joe Biden menarik diri dari Afghanistan pada akhir bulan menyebabkan runtuhnya pemerintah yang didukung AS jauh lebih cepat dari yang diharapkan.

Hal itu pun meninggalkan pasukan AS untuk melakukan evakuasi kacau melalui bandara Kabul.

Baca Juga: Angelina Jolie Gabung Instagram, Postingan Pertama Unggah Surat dari Gadis Afghanistan yang Takut Taliban

Rahmani mengenang kalau dia merasa lumpuh melihat hal itu dan berpikir kalau semuanya sudah berakhir.

Dia pun bertanya-tanya apakah akan melihat keadaan berubah ke arah yang benar lagi selama hidupnya ini.

“Ini adalah rasa panik, putus asa, ketidakberdayaan, pengabaian, kekecewaan, pengkhianatan. Daftarnya terus berlanjut. Sayangnya, tidak terlalu positif," tuturnya.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: The Guardian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x