PR BEKASI - Facebook merupakan perusahaan media sosial raksasa yang tak pernah luput dari kontroversi.
Dalam beberapa tahun terakhir, Facebook dianggap sebagai media sosial yang memberikan wadah bagi konten bermuatan ujaran kebencian hingga hoaks.
Belum lama ini, Facebook kembali disorot usai seorang pelapor buka suara terkait pengalaman dan keluhannya tentang media sosial raksasa tersebut.
Pelapor itu mengklaim kepada Washington Post, Facebook sebenarnya mengizinkan konten yang berbau ujaran kebencian di platform mereka.
Dia juga menuduh para ahli di Facebook sebenarnya sudah sangat menyadari hal itu.
Tuduhan Facebook yang sengaja melonggarkan aturan keamanan selama Pemilihan Umum (Pemilu) di Amerika Serikat (AS) pada 2020 pertama kali dilontarkan Presiden Donald Trump dan sekutunya.
Baca Juga: Unggahan Palestina Dibatasi Selama Serangan Israel, Karyawan Tuduh Facebook Tak Adil
Donald Trump menuduh Facebook membiarkan konten ujaran kebencian untuk terus diunggah di platform mereka.
Sedangkan klaim yang dituduhkan pelapor itu baru muncul selang beberapa jam setelah sejumlah media AS membongkar laporan terkait dokumen internal Facebook.
Dilansir PikiranRakyat-Bekasi.com dari WION, dokumen internal yang bersifat rahasia itu dibocorkan oleh mantan karyawan Facebook.
Baca Juga: Facebook Ganti Nama Jadi Meta, Mark Zuckerberg Beberkan Alasannya
Frances Haugen, mantan manajer produk Facebook menuduh media sosial garapan Mark Zuckerberg ini lebih memprioritaskan keuntungan finansial ketimbang keamanan pengguna.
Dalam laporan internal itu, fitur rekomendasi yang muncul di Facebook dengan sengaja mendorong pengguna ke konten yang diunggah kelompok ekstremis.
Akan tetapi, juru bicara Facebook menepis tuduhan yang dilayangkan pada platform mereka, sekaligus mengecam berita yang diterbitkan Washington Post.
Baca Juga: Sebaran Konten Hoaks di Medsos, Paling Banyak Ditemukan Melalui Facebook
"Ini berada di bawah Washington Post, yang selama lima tahun terakhir hanya akan melaporkan informasi setelah melakukan pelaporan mendalam dengan sumber yang terpercaya," kata Erin McPike, juru bicara Facebook.
"Preseden berbahaya yang menggantungkan seluruh informasi pada satu sumber membuat berbagai klaim tidak didukung bukti yang jelas," sambungnya.***