Remdesivir, Obat Virus Corona Eksperimental Selamatkan Seorang Perempuan dari Ambang Kematiannya Akibat Pandemi

- 14 Maret 2020, 09:53 WIB
ILUSTRASI Obat-obatan.*
ILUSTRASI Obat-obatan.* /PIXABAY/

PIKIRAN RAKYAT - Ilmuan asal Amerika Serikat (AS) berhasil menyelamatkan korban virus corona yang pasrah dalam ambang kematiannya dengan sebuah obat ekperimental.

Dikutip Pikiranrakyat-bekasi.com dari Daily Star Sabtu, 14 Maret 2020 pasien yang kondisinya kritis tersebut dikonfirmasi masuk dalam kasus penularan virus corona pertama di Amerika Serikat.

Para ilmuwan dari Pusat Medis Davis Universitas California di Sacramento mengatakan pasien adalah seorang wanita yang tidak pernah melakukan perjalanan ke daerah yang terinfeksi atau dikonfirmasi adanya virus corona.

Baca Juga: Bukan Hanya Italia, Ini 4 Negara di Dunia yang Terapkan Kebijakan Lockdown Akibat Virus Corona

Saat itu, wanita tersebut kondisinya semakin memburuk, kemudian izin diberikan berdasarkan undang-undang penggunaan berbelas kasih dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat untuk menggunakannya sebagai subjek uji untuk obat bernama 'Remdesivir'.

Remdesivir itu sebelumnya hanya diuji pada monyet di AS, hal itu dilakukan karena monyet tersebut terinfeksi dengan variasi virus corona yang disebut Middle East resipratory syndrome (MERS-CoV).

George Thompson, seorang spesialisasi penyakit menular menjadi salah satu orang yang merawat pasien wanita tersebut dan berbicara dengan ScienceInsider tentang kasus yang sedang dia tangani.

Baca Juga: Pemerintah Tetapkan Biaya Ibadah Haji untuk Tahun 2020, Simak Rinciannya

Thompson mengungkapkan wanita itu, yang tidak dapat disebutkan namanya karena alasa hukum, saat ini keadaannya "baik-baik saja", meskipun khawatir dia akan mati karena virus yang menyebabkan gejala pneumonia.

Wanita tersebut diberi obat melalui jalur infus, hanya 36 jam setelah dia didiagnosis dan kondisinya semakin melemah.

"Kami pikir dia akan meninggal dunia," kata Thompson tentang pasien itu.

Baca Juga: Kasus DBD Tahun 2020 di Kabupaten Bekasi Berangsur Turun

"Sehari setelah infus obat, dia secara konsisten berangsur membaik," ujarnya.

Meskipun berhasil, lebih banyak tes akan diperlukan, karena para ilmuwan tidak dapat menguji darahnya untuk sesuatu yang disebut "reaksi berantai polimerase" (PCR).

Para Ilmuwan memungkinkan untuk mempelajarai lebih dulu keadaan dari perubahan COVID-19 setelah pengobatan.

Baca Juga: Disebut Unicorn, Anjing Ini Hanya Miliki Satu Telinga di Tengah Kepalanya

"Saya tidak dapat membuktikan bahwa itu terkait. Saya berharap, kami dapat melakukan tes PCR serial tentang darahnya, tetapi kami tidak dapat melakukannya karena kurangnya sumber daya," tuturnya.

"Dengan sebagian besar obat yang diteliti untuk diuji, katakanlah, monyet, ada korelasi yang bagus antara pemberian obat dan penurunan jumlah virus dalam darah," lanjutnya.

"Itu yang kita harapkan bisa kita lihat pada pasien ini," terangnya.

Baca Juga: Hanya Temukan 15 Kasus Baru di Wilayahnya, Pemerintah Tiongkok Nyatakan Virus Corona Telah Berlalu

Thompson menambahkan bahwa dia percaya orang yang sakit kritis lebih cepat disembuh dengan kesempatan yang lebih baik.

Tetapi ini harus ditimbang terharap risiko yang bisa timbul.

"Untuk sebagian besar penyakit menular apa pun, saya pikir semakin dini kita memakai obat, semakin baik," jelasnya.

Baca Juga: Kondisi Terkini Tom Hanks dan Rita Wilson Setelah Dinyatakan Positif Virus Corona

"Tapi itu pertanyaan risiko versus manfaat. Bagaimana jika obat ini menyebabkan toksisitas hari pada 50 persen orang, dan kami telah memberikan kepada seseorang yang mungkin akan berhasil tanpa itu," sebutnya.

Beberapa uji klinis remdesivir lain untuk COVID-19 diyakini sedang berlangsung di Tiongkok.

Di wilayah tersebut tersdapat pasien manusia yang sakit parah oleh COVID-19 dan diberi obat eksperimental dalam upaya pemulihan.

Baca Juga: Citra Satelit Tunjukkan Penurunan Polusi Italia di Tengah Isolasi Nasional yang Masih Berlaku

Temuan ini masih harus diungkapkan.

Sementara di tempat lain, seekor monyet di AS yang terinfeksi dengan bentuk virus corona yang mematikan, dalam upaya untuk menemukan vaksin yang sukses untuk pandemi virus corona saat ini, sebelum berhasil diobati dengan remdesivir.

Perincian temuan, Drug Target Review melaporkan pada bulan Februari, satu kelompk primata, bertempat di sebuah laboratorim di Hamilton, Montana, menerima obat 24 jam sebelum terinfeksi oleh MERS-CoV.

Baca Juga: DPRD Kabupaten Bekasi Akan Tinjau Kembali Anggaran PBI-BPJS

Ilmuwan Institut Kesehatan Nasional AS (NIH) mengatakan obat ajaib itu berhasil ditemukan ketika percobaan dilakukan pada kera sebelum mereka terinfeksi dan sekarang mereka dapat mengujinya dengan pandemi virus corona, yang merupakan bagian yang sama (satu keluarga virus).

Di Inggris, sebuah laboratorium di Whitechapel, London, ditetapkan untuk membayar sukarelawan 3.500 euro yang mau terinfeksi dengan bentuk virus corona dalam upaya untuk menemuka vaksin.

Hvivo, perusahaan yang memiliki laboratorium di Pusat Inovasi Queen Mary BioEnterprises di Whitechapel, London timur, akan menginfeksi 24 marmut dengan strain virus 0C43 dan 229E.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Daily Star


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah