UU Keamanan Nasional Disahkan Tiongkok, Hong Kong Kecam AS agar Tidak Ikut Campur

- 29 Mei 2020, 21:20 WIB
PEMERINTAH Hong Kong telah memperingatkan kepada AS agar tidak ikut campur dalam urusan internalnya.*
PEMERINTAH Hong Kong telah memperingatkan kepada AS agar tidak ikut campur dalam urusan internalnya.* /AP Foto / Vincent Yu/

 

PIKIRAN RAKYAT - Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam saat ini dikabarkan tengah berusaha mengumpulkan orang-orang di belakang keamanan nasional baru Tiongkok pada Jumat 29, Mei 2020.

Hal itu dilakukan karena pemerintah tengah memperingatkan Amerika Serikat (AS) untuk berhenti mencampuri urusan dalam negerinya, dengan mengatakan penarikan status khusus wilayah itu bisa menjadi "pedang bermata dua".

Dilansir Al Jazeera oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com, pernyataan itu muncul saat Presiden AS Donald Trump bersiap untuk mengumumkan tentang tanggapannya terhadap persetujuan parlemen Tiongkok atas Undang-undang Keamanan Nasional untuk Hong Kong.

Baca Juga: Puluhan Warga Surabaya Unjuk Rasa Minta PSBB III Tidak Diperpanjang 

Hal ini dinilai oleh para kritikus akan mengikis kebebasan yang disepakati tentang kembalinya ke Pemerintahan Tiongkok pada tahun 1997.

Negara bekas koloni Inggris ini menikmati otonomi tingkat tinggi di bawah kerangka kerja "satu negara, dua sistem" yang mengakhiri label dari seabad kekuasaan kolonial.

"Sanksi apa pun adalah pedang bermata dua yang tidak hanya akan merugikan kepentingan Hong Kong, tetapi juga secara signifikan bagi AS," ucap pemerintah kota, pada Kamis 28 Mei 2020 malam.

Ia menambahkan bahwa dari 2009 hingga 2018, surplus perdagangan AS dengan Hong Kong adalah yang terbesar di antara semua mitra dagangnya, dengan total barang dagangan 297 miliar dolar AS (Rp 4.3 trilun) dengan 1.300 perusahaan AS yang berbasis di kota tersebut.

Baca Juga: Kerusuhan dan Penjarahan di Minneapolis Memuncak Usai Kejadian Pembunuhan George Floyd oleh Polisi 

Undang-undang ini akan memungkinkan badan intelijen Tiongkok untuk mendirikan pangkalan di wilayah tersebut.

Namun, Beijing berpendapat undang-undang baru diperlukan untuk mengatasi pemisahan diri, subversi, terorisme, dan campur tangan asing.

Hong Kong telah dikejutkan oleh protes keras sejak pemerintah daerah berusaha untuk memperkenalkan RUU Ekstradisi yang akan memungkinkan orang untuk dikirim ke Tiongkok daratan untuk diadili.

Sementara skala oposisi memaksa pemerintah untuk meninggalkan rencana itu, aksi protes telah berkembang menjadi seruan yang lebih luas untuk demokrasi di tengah kekhawatiran tentang perambahan Tiongkok ke dalam urusan Hong Kong.

Baca Juga: Bayi 'Bermulut Dua' Sukses Jalani Operasi, Dokter Ungkap Bibir Bawahnya Tidak Dapat Berfungsi 

Bergandengan Tangan

Setelah jeda Covid-19, RUU keamanan nasional telah menyulut protes besar-besaran pertama di Hong Kong selama berbulan-bulan.

Polisi bergerak untuk membubarkan kerumunan di jantung distrik bisnis kota dengan serbuk merica dan ratusan orang ditangkap.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan dalam sebuah laporan pada Kamis 28 Mei 2020, bahwa pihaknya tidak dapat lagi menyatakan bahwa Tiongkok akan memberikan jaminan diferensial perawatan kepada Hong Kong.

Penasihat ekonomi utama Donald Trump yakni Larry Kudlow telah memperingatkan bahwa Hong Kong yang telah menikmati hak istimewa berdasarkan hukum AS berdasarkan tingkat otonomi yang tinggi dari Beijing.

Baca Juga: Ridwan Kamil Umumkan 2 Zona di Jabar, Bekasi dan 10 Daerah Lainnya Lanjut PSBB Parsial 

Dalam sebuah pernyataan terpisah pada hari Jumat, yang diterbitkan di beberapa surat kabar lokal, pemimpin Hong Kong Carrie Lam mendesak "sesama warga" untuk "bergandengan tangan mengejar impian kita sambil mengesampingkan perbedaan kita".

Dia mengatakan undang-undang itu diperlukan karena "ancaman teroris" dan karena organisasi yang mengadvokasi "kemandirian dan penentuan nasib sendiri" telah menantang otoritas Beijing dan pemerintah daerah dan memohon campur tangan asing.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x