Ubah Usahanya untuk Produksi Face Shield dari Limbah Plastik, Pengusaha Genteng Raup Untung

- 12 Juni 2020, 08:47 WIB
ILUSTRASI penggunaan face shield.*
ILUSTRASI penggunaan face shield.* /The Star/

PR BEKASI - Ketika pemerintah Uganda di Afrika memerintahkan beberapa tempat kerja untuk ditutup sementara waktu demi menahan laju penyebaran virus corona pada Maret lalu, Peter Okwoko dan rekannya Paige Balcom terus bekerja.

Tetapi Keduanya tidak lagi bekerja sesuai bidang awalnya yaitu untuk mengolah limbah plastik menjadi bahan bangunan seperti genteng dan paving block sejak tahun lalu.

Keduanya pun mengubah haluan dan mulai membuat pelindung wajah atau face shield dari botol plastik bekas.

Baca Juga: Aturan Baru Saat New Normal, Ojek Online Wajib Pasang Penyekat Antara Pengemudi dan Penumpang 

Saat mereka mengunggah gambar prototipe face shield itu di media sosial, mereka pun langsung mendapat telepon mengejutkan dari rumah sakit umum setempat.

"Dokter dari rumah sakit rujukan wilayah Gulu meminta kami membuat 10 masker pelindung wajah karena mereka tidak mempunyai jumlah yang cukup dan rumah sakit baru saja menerima pasien COVID-19 pertamanya," kata Okwoko (29) salah satu pendiri Takataka Plastics.

Melansir dari Antara yang mengutip dari Reuters, Perusahaan sosial tersebut mulai bekerja dengan merobek-robek plastik, melelehkannya, dan membentuk kembali plastik cair menjadi pelindung wajah dan bingkai dengan menggunakan cetakan buatan lokal. Satu set pertama pelindung wajah pun langsung dikirimkan ke rumah sakit.

"Tetapi pada sore hari, rumah sakit menelepon lagi. Mereka mengatakan bahwa mereka membutuhkan lebih banyak pelindung wajah karena yang sebelumnya telah berfungsi dengan baik bagi mereka," kata Okwoko.

Baca Juga: Penyiram Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Novel Baswedan Sindir Jokowi: Selamat Pak, Anda Mengagumkan 

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ketika pandemi virus corona terus menyebar di seluruh dunia, penyakit itu menyebabkan gangguan besar dalam pasokan alat pelindung diri (APD).

Masalahnya sangat parah di negara-negara miskin dengan sedikit sumber daya untuk membayar harga tinggi di pasar global yang kompetitif.

Pada Maret, para pejabat WHO mendesak perusahaan di seluruh dunia untuk meningkatkan produksi sebesar 40 persen jika memungkinkan, untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat.

Di Uganda, pekerja medis telah membahas boikot kerja untuk memprotes kurangnya peralatan pelindung di rumah sakit, terutama setelah beberapa petugas kesehatan dipastikan terinfeksi virus.

Baca Juga: Klarifikasi Perihal Zona Peta Sebaran Virus Corona, IDI Surabaya: Bukan Hitam, Tapi Masih Merah Tua 

"Situasinya kritis. Banyak orang bekerja tanpa APD," kata Dr. Mukuzi Muhereza, sekretaris jenderal Asosiasi Medis Uganda, pekan lalu.

"Itu menghambat perjuangan melawan COVID-19 karena ada ketakutan di antara petugas kesehatan bahwa setiap kali saya menyentuh seorang pasien saya sendiri mungkin menjadi pasien COVID," ujar dia.

Akhir bulan lalu, kementerian kesehatan mengatakan rumah sakit umum Uganda kemungkinan kehabisan stok peralatan pelindung yang ada dalam tiga bulan.

"Memang benar kita menghadapi kekurangan APD," kata Emmanuel Ainebyoona, juru bicara kementerian, kepada Thomson Reuters Foundation dalam sebuah wawancara telepon.

Baca Juga: Tangis Saudara Kandung George Floyd Pecah, Minta Hukuman Mati Tanpa Pengadilan untuk Para Pelaku 

"Kami mendesak semua rumah sakit untuk memanfaatkan sedikit yang mereka miliki dengan memprioritaskan (pekerja medis) yang paling berisiko," ujar Emmanuel Ainebyonaa.

Dalam pidato kenegaraannya minggu lalu, Presiden Yoweri Museveni mengatakan Uganda --yang sejauh ini memiliki sekitar 665 kasus virus yang dikonfirmasi -- telah menyertifikasi 10 industri lokal untuk mulai membuat APD.

Tetapi Takataka Plastics telah berproduksi di Gulu sejak Maret, dengan 14 staf sekarang telah membuat sekitar 1.200 pelindung wajah dari plastik daur ulang, kata Okwoko.

Sekitar 500 pelindung wajah telah dijual dengan biaya rendah ke LSM dan fasilitas kesehatan swasta dan 700 lainnya disumbangkan ke rumah sakit umum.

Baca Juga: Netflix Luncurkan Seri Black Lives Matter, Tayangkan 45 Film Mengenai Rasisme Terhadap Kulit Hitam 

Balcom (26), seorang insinyur mesin yang bertemu Okwoko pada 2019 saat melakukan penelitian tentang polusi plastik di Uganda, mengatakan beberapa bahan yang digunakan dalam pelindung wajah sekarang berasal dari limbah rumah sakit, seperti botol infus bekas pakai.

“Enam dari mereka yang membuat pelindung adalah pemuda tunawisma yang dipekerjakan oleh kelompok itu,” katanya.

Untuk membuat pelindung wajah, yang prosesnya berlangsung selama dua hari, para pekerja memilah, membersihkan, merobek, melelehkan, dan mencetak plastik bekas.

Kemudian mereka memasang tali pengikat, terkadang dibuat dari irisan ban dalam sepeda tua.

Baca Juga: Pengacara Sebut Tuntutan Tidak Terhormat, Novel Baswedan: Mahasiswa Hukum Mungkin Bisa Ajari Jaksa 

Kelompok ini memproduksi pelindung wajah sekali pakai yang harganya sekitar 1 dolar AS (Rp14.000) dengan bingkai yang terbuat dari busa murah atau yang dapat digunakan kembali dengan bingkai plastik, yang harganya sekitar 2,70 dolar AS (Rp38.000).

Di Uganda, diperkirakan terdapat 600 ton sampah plastik yang dibuang setiap hari -- lebih dari setengahnya tidak terkumpul dan kurang dari 5 persen didaur ulang -- upaya ini juga membantu memerangi polusi plastik dan udara kotor.

Pembakaran limbah plastik, yang dapat menghasilkan gas beracun dan karsinogen, menjadi hal umum, kata Balcom.

Di kota utara Gulu, tempat Takataka beroperasi, setidaknya 80 persen sampah plastik tidak dikumpulkan dan kemudian tumpukan itu berakhir di saluran air, di tepi jalan dan di tanah kosong.

Baca Juga: PS5 Rilis Tampilan dan 26 Game Terbarunya, Netizen Bandingkan dengan XBOX Seriex X 

Takataka sekarang berharap untuk memperluas operasinya menjadi pabrik pengolahan plastik skala penuh yang mampu mendaur ulang 9 ton sampah plastik setiap bulan, naik dari sekitar 60 kilogram plastik per hari saat ini.

"Tetapi fokus kami saat ini adalah untuk melawan COVID-19," kata Balcom.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x