Kesaksian 2 Tentara Myanmar, Mengaku Diperintah Lakukan Pembantaian hingga Perkosa Etnis Rohingya

- 10 September 2020, 10:15 WIB
Etnis Rohingya yang terdampar di Lhokseumawe, Aceh pada Senin, 7 September 2020.* /AFP/Rahmat Mirza/
Etnis Rohingya yang terdampar di Lhokseumawe, Aceh pada Senin, 7 September 2020.* /AFP/Rahmat Mirza/ /

 

PR BEKASI - Dua tentara Myanmar yang membelot telah bersaksi bahwa mereka diperintahkan untuk membunuh dan memperkosa etnis Rohingya, kata salah satu kelompok hak asasi manusia, Selasa, 8 September 2020.

Pengakuan tersebut tampaknya menjadi pengakuan publik pertama oleh tentara yang terlibat dalam pembantaian, pemerkosaan, dan kejahatan lainnya yang dilakukan terhadap sebagian besar etnis Rohingya di negara yang dulu bernama Burma itu.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Aljazeera, organisasi Fortify Rights mengatakan mereka dapat memberikan bukti penting untuk penyelidikan yang sedang berlangsung oleh Pengadilan Kriminal Internasional.

Baca Juga: Tanggapi Rem Darurat Anies Baswedan, dr. Tirta: Cukup Seminggu, Tapi Anda Wajib Lakukan Hal Ini

Lebih dari 700.000 orang Rohingya telah meninggalkan Myanmar ke berbagai negara sejak Agustus 2017 untuk melarikan diri dari apa yang disebut militer sebagai kampanye pembersihan, menyusul serangan oleh kelompok bersenjata Rohingya di negara bagian Rakhine.

Pemerintah Myanmar membantah tuduhan bahwa tentara mereka melakukan pemerkosaan dan pembunuhan massal serta membakar ribuan rumah.

Fortify Rights, yang berfokus pada Myanmar, mengatakan dua prajurit militer itu melarikan diri dari negara itu bulan lalu dan diyakini berada dalam tahanan Pengadilan Kriminal Internasional di Belanda, yang memeriksa kekerasan terhadap Rohingya.

Baca Juga: Kembali ke Asrama Setelah 8 Bulan Lockdown, Mahasiswa Wuhan Ini Kaget Kura-kuranya Jadi Tulang

Menurut Fortify Rights, Myo Win Tun dan Zaw Naing Tun yang bertugas di batalyon infanteri ringan yang terpisah, membeberkan nama dan pangkat 19 pelaku pembantaian tersebut, termasuk mereka sendiri, serta enam prajurit senior.

“Mereka mengakui komandannya memerintahkan atau berkontribusi pada kejahatan kekejaman terhadap Rohingya,” kata salah satu perwakilan organisasi tersebut.

Myo Win Tun mengatakan bahwa komandan Pusat Operasi Militer ke-15 memberi perintah untuk menembak semua yang dilihatnya dan didengarnya ketika menyerang desa-desa Rohingya.

Baca Juga: Fakta atau Hoaks: Bendera PDIP Dicopot dari Sudut-sudut Jalan oleh Aparat Kepolisian Sumatra Barat

Dia mengatakan dalam satu operasi mereka membunuh dan mengubur 30 orang yang terdiri dari delapan wanita, tujuh anak-anak, dan 15 pria.

Komandan mereka memerintahkan unitnya untuk memusnahkan orang Rohingya dan mereka menembak orang di dahi mereka dan menendang tubuh mereka ke dalam lubang.

Mereka juga mengakui memperkosa wanita sebelum membunuh mereka, dalam pengakuannya mereka hanya melakukan satu pemerkosaan.

Baca Juga: Jadwal Pemadaman Listrik Bekasi Hari Ini, Kamis 10 September 2020

Badan-badan PBB dan organisasi hak asasi manusia telah secara ekstensif mendokumentasikan kekejaman yang dilakukan terhadap Rohingya oleh pasukan keamanan Myanmar.

Pengadilan Internasional tahun lalu setuju untuk mempertimbangkan kasus yang menuduh Myanmar melakukan genosida terhadap kelompok tersebut. Proses pengadilan kemungkinan akan berlanjut selama bertahun-tahun.

Dikabarkan dua orang tersebut telah ditahan oleh Tentara Arakan, kelompok bersenjata Rohingya yang sekarang memerangi pasukan pemerintah Myanmar di negara bagian tersebut.

Baca Juga: Informasi Harga Kebutuhan Pokok di Jawa Barat Hari Ini, Kamis 10 September 2020

Mereka kemudian mengakui perbuatannya dan kemudian dibawa ke Den Haag, Belanda untuk menjadi saksi atau menghadapi persidangan.

Namun, seorang juru bicara Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang berbasis di Den Haag mengatakan pihaknya tidak menahan para pria tersebut.

Baca Juga: Anies Baswedan Ungkap 11 Bidang Usaha Vital yang Masih Boleh Beroperasi di DKI Jakarta di Masa PSBB

"Tidak, laporan ini tidak benar. Kami tidak menahan orang-orang ini di ICC," kata juru bicara ICC, Fadi el-Abdallah.

Juru bicara Tentara Arakan, Khine Thu Kha mengatakan kedua pria tersebut adalah pembelot dan tidak ditahan sebagai tawanan perang.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah