Berdasarkan pengamatan ini, ia kemudian mengembangkan teori bahwa mereka yang telah melakukan otopsi terdapat 'partikel kadaver' di tangan mereka dimana itu masih menempel ketika mereka mengunjungi bangsal bersalin.
Semmelweis menyadari bahwa bidan tidak melakukan pembedahan atau otopsi, sehingga di tangannya tidak terdapat partikel tersebut.
Baca Juga: Viral Warga Sipil Pakai Mobil Dinas TNI, Polda Metro Jaya Ikut Terlibat Penyelidikan
Ia akhirnya memberlakukan aturan baru, yakni mewajibka dokter untuk mencuci tangan dengan klorin. Tingkat kematian di bangsal bersalin akhirnya menurun drastis. Ini merupakan bukti pertama bahwa mencuci tangan bisa mencegah infeksi.
Wahrman menyatakan bahwa tingkat kematian di bangsal bersalin awalnya sebanyak 18 persen, namun setelah diterapkan aturan mencuci tangan, maka tingkat kematian sangat menurun menjadi hanya 1 persen.
Akan tetapi, inovasi itu tidak populer saat itu dan beberapa dokter merasa disalahkan atas banyaknya kematian di bangsal bersalin sebelum ditemukanna metode cuci tangan, akhirnya para dokter itu menolak aturan itu dan berhenti mencuci tangan dan mereka berargumen bahwa air berpotensi menjadi penyebab penyakit.
Baca Juga: Cek Fakta: Harga Vaksin Sinovac di RI Dikabarkan 1.000 Persen Lebih Mahal daripada di Brazil
Nancy Tomes, seorang sejarawan asal Amerika Serikat mengungkapkan bahwa para dokter saat itu tersinggung dengan penemuan Semmelweis.
"Mayoritas dokter di Wina saat itu berasal dari keluarga kelas menengah dan atas dan mereka menganggap diri mereka sangat bersih dibandingkan dengan kelas pekerja miskin. Dia (Semmelweis) dianggap menghina mereka ketika dia mengatakan tangan mereka bisa saja kotor," ucap Tomes.
Semmelweis akhirnya mencoba untuk membujuk dan mempromosikan ini pada dokter di rumah sakit Eropa lainnya, namun upaya ini tidak berhasil.