Baca Juga: Curi Artefak dari Pompeii, Turis Ini Mengaku Kena Kutukan Kanker Payudara Selama 15 Tahun Terakhir
Terlepas dari kesukesannya, idenya ini menghadapi kontroversi dan perlawanan yang besar dari dokter lain, akhirnya kisah hidup Semmelweis berakhir tragis.
Semmelweis kehilangan pekerjaannya dan diperkirakan mengalami gangguan jiwa. Ia meninggal di rumah sakit jiwa pada usia 47 tahun.
Beberapa tahun kemudian, pada 1853 terjadi Perang Krimea di Scutari, Italia, dan momen ini melahirkan seorang penggagas cuci tangan baru bernama Florence Nightingale.
Baca Juga: Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik Dinas Pertanian Brebes di Non Fisik TMMD Reguler
Saat itu semua orang percaya bahwa penyebab infeksi adalah karena bau busuk yang disebu miasma, Nightingale menerapkan cuci tangan dan praktik kebersihan lainnya di rumah sakit perang tempat dia bekerja.
Target dari praktik ini adalah untuk melawan anggapan tentang miasma dan akhirnya praktik cuci tangannya berhasil mengurangi infeksi.
Sayangnya, praktik cuci tangan yang dipromosikan oleh Semmelweis dan Nightingale tidak dipraktikan secara luas, sehingga promosi cuci tangan sempat terhenti selama lebih dari satu abad.
Baca Juga: Jadi Tuan Tumah Forum Global 2022, Jokowi Minta Jajarannya untuk Lakukan Persiapan dengan Baik
Pada 1980an, ketika serangkaian wabah akibat makanan dan infeksi perawatan terjadi dan menimbulkan kehawatiran publik, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat mengidentifikasi kebersihan tangan adalah cara yang penting untuk mencegah infeksi.