Bungkam Suara Warga Soal Karikatur Charlie Hebdo, Prancis Ancam Akan Deportasi Imigran Muslim

- 22 November 2020, 21:14 WIB
ilustrasi bendera Prancis.
ilustrasi bendera Prancis. /Pixabay

PR BEKASI - Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan keluarga imigran Muslim yang merasa keberatan dengan karikatur Nabi Muhammad yang ditampilkan di sekolah, akan menghadapi deportasi.

Dikutip dari Daily Sabah oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com, pernyataan itu ia ungkap saat berbicara kepada Radio French Europe 1, Darmanin mengatakan karikatur provokatif dilindungi di bawah kebebasan berbicara dan mereka yang meminta guru untuk tidak menunjukkan gambar tersebut akan dituntut.

Dia menambahkan bahwa keluarga imigran harus memperhatikan hal tersebut, karena mereka dapat menghadapi deportasi dan terkena tuntutan atas dasar melakukan "kejahatan".

Baca Juga: Atasi Pengangguran, Komisi X DPR Dorong Pemerintah Serius Tingkatkan Pendidikan Vokasi

Prancis memang semakin tegas menekan kelompok Islam di negaranya pasca-terbunuhnya Samuel Paty, guru sekolah yang menampilkan karikatur Nabi Muhammad SAW di sekolah.

Selain itu, kasus penyerangan di sebuah gereja di tepi pantai Nice juga semakin memperburuk ketegangan Prancis dan komunitas muslim.

Dalam penyerangan tersebut, setidaknya dikabarkan tiga orang terbunuh. Setelah seorang pria meneriakan "Allohuakbar" dan masuk ke dalam gereja.

Meski demikian, komunitas Muslim di Prancis menyatakan bahwa tindakan tersebut tidak mewakili komunias Muslim di sana dan ikut berbelasungkawa kepada korban penyerangan.

Baca Juga: Menyusul Anies Baswedan, Fahri Hamzah dan Fadli Zon Bahas Buku Demokrasi

Tak lama berselang, Prancis meluncurkan peraturan ekstensif terhadap komunitas Muslim di negaranya.

Negara-negara Muslim di dunia mengecam aksi yang dilakukan oleh Macron karena berlebihan dan dianggap memunculkan sentimen anti-Islam, akibatnya beberapa negara Muslim memboikot produk-produk Prancis di negaranya. Termasuk Indonesia.

Menyusul pernyataan Presiden Emmanuel Macron yang mencirikan Islam sebagai agama bermasalah yang perlu dibendung.  

Macron juga mendukung penerbitan karikatur anti-Islam di majalah Charlie Hebdo. Banyak organisasi non pemerintah Muslim, masjid dan asosiasi yang mengkritik tindakan keras pemerintah negara tersebut terhadap komunitas Muslim telah ditutup baru-baru ini.

Baca Juga: JK Sebut Ada yang Salah dengan Demokrasi, Budiman Sudjatmiko: Jangan Ludahi Ikhtiar Masa Lalu

Namun, negara itu dengan gigih membela karikatur provokatif anti-Muslim dengan dalih kebebasan berbicara, banyak agensi, surat kabar dan majalah telah menghapus artikel dan mengubah isinya atas perintah pemerintah Prancis. 

Sejak awal November, pemerintah Prancis telah berhasil masuk dan memengaruhi pemberitaan di empat kantor berita terkemuka, termasuk Financial Times, Politico, Le Monde, dan Associated Press.

Diketahui Prancis memiliki jumlah Muslim terbesar di Eropa, terutama setelah migrasi dari Maghrebi, Afrika Barat, dan negara-negara Timur Tengah.

Menurut Pew Research Center, Muslim membentuk 8,8% dari populasi Prancis, dengan total 5,7 juta orang.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Daily Sabah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah