Namun apakah hal itu menyindir soal gambar mural yang saat ini beredar di sudut Kota Indonesia, mengenai mana mural yang pantas atau tidak pantas.
"Kita ini harus berdialog dalam merumuskan “batas”," tulis Ridwan Kamil.
"Batasan mana yang boleh dan pantas, mana yang tidak boleh dan tidak pantas," sambungnya.
Menurut Gubernur Jawa Barat itu, sebagian besar pengguna media sosial, tidak semuanya memahami batasan antara kritik yang berdasarkan argumen dengan perundungan atau hinaan.
"Di dunia digital pun, tidak semua dari kita paham, mana itu “kritik” argumentatif mana itu “buli/hinaan”," ujarnya
Baca Juga: Terjadi Lagi, Mural Bertuliskan Kami Lapar Tuhan Picu Provokatif hingga Dihapus Pemerintah
Ridwan kamil juga membedakan bahwa orang berjiwa besar lebih sering membicarakan gagasan sementara orang berjiwa kerdil, membicarakan orang lain.
Selain itu, ia menyinggung soal kebebasan berekspresi, kata Ridwan Kamil, kebebasan berekspresi diibaratkan dengan aktivitas berlalu lintas.
Dalam berlalu lintas, pengendara dibatasi dengan lampu merah atau rambu-rambu lalu lintas, begitu juga dengan menyampaikan kritik lewat mural.
Menurutnya, bentuk lukisan mural yang saat ini beredar, belum diatur batas-batasnya.