Polri Diminta Telusuri Motif Dana Asing yang Masuk ke Rekening FPI

26 Januari 2021, 11:29 WIB
Ilustrasi Dana Asing yang diterima FPI. /Pixabay

PR BEKASI – Polri diminta menelusuri motif penerimaan aliran dana asing kepada rekening ormas Front Pembela Islam yang kini telah dibekukan.

Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi menilai langkah (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) PPATK untuk membekukan rekening FPI sudah tepat.

"Berkaca dari berbagai kasus pendanaan terhadap kelompok radikal, tindakan PPATK membekukan beberapa rekening FPI itu sudah tepat,” kata Islah dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Selasa, 26 Januari 2021.

Ia pun mengingatkan Polri harus bisa menelusuri dan mengungkap motif di balik aliran dana asing terhadap ormas FPI.

Baca Juga: Polemik Non Muslim Dipaksa Berjilbab, MUI Sumbar Sebut Terlalu Dibesar-besarkan

“Karena memang ini modus operandi yang sering dilakukan oleh kelompok-kelompok ekstrem kanan di Indonesia," ucapnya.

PPATK sebelumnya menemukan transaksi lintas negara dalam rekening milik orang-orang yang terafiliasi dengan ormas FPI.

Menurut Islah, pendanaan dalam gerakan radikal, ekstrim, dan terorisme di Indonesia selalu menjadi persoalan, sebab ketika penelusuran secara digital semakin ketat maka kelompok terorisme menggunakan jalur non digital untuk transaksi.

Ia mengingatkan belum lama ini ada temuan uang dari kotak amal digunakan untuk mendanai kegiatan teroris.

Baca Juga: AS Kecam Israel yang Kecualikan Vaksinasi bagi Warga Gaza, Demokrat: Mereka Bertanggung Jawab kepada Palestina

Beberapa kelompok, kata dia, menggunakan sirkular funding atau pencucian uang, yakni uang dikeluarkan terlebih dahulu dari dalam negeri, lalu diendapkan di luar negeri, kemudian kembali ke dalam negeri.

Islah mencontohkan aksi Arab Spring yang membuat beberapa negara di Timur Tengah hancur hancuran, ditengarai ada aliran dana luar negeri dan keterlibatan negara-negara barat dalam upaya menghancurkan beberapa negara Arab yang dipimpin orang-orang yang dinilai totalitarian.

Pemimpin-pemimpin di Arab yang sangat kharismatik dan disegani ditumbangkan, walaupun sebenarnya negaranya makmur, kata dia, misalnya Moammar Khadafi saat memimpin Libya.

Lebih lanjut dalam konteks Indonesia, Islah menganalisis FPI bisa saja menjadi mesin curah, karena masih bisa bergerak di tataran normatif, kemudian FPI seperti dispenser untuk pendanaan kelompok ekstrem.

Baca Juga: Keceplosan, Nita Thalia Mengaku Pernah Ditembak dan Diminta Jadi Istri Kedua Raffi Ahmad

Islah menengarai adanya indikasi keterlibatan lembaga donasi dan beberapa orang top di Indonesia mendanai FPI, tetapi modelnya berputar, dikeluarkan ke luar negeri, lalu kembali ke Indonesia.

"Ya bagusnya dibekukan, sebelum dana yang di dalam itu dikuras. Memang seharusnya Polri dan juga beberapa lembaga penegak hukum dan juga stakeholder, sudah harus bisa men- 'tracing' itu," katanya.

Langkah pembekuan rekening FPI juga dinilai adalah proses yang wajar oleh sejumlah pakar.

Baca Juga: Nababan Pakai Jaket Projamin Saat Dipanggil Bareskrim, Refly Harun: Harusnya Tak Ada Lagi Relawan Jokowi

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menilai penghentian sementara transaksi dan aktivitas 87 rekening milik Front Pembela Islam (FPI) dan afiliasinya adalah proses wajar karena diduga terkait dengan tindak pidana.

"Ini memang proses wajar terkait pro justitia terhadap adanya dugaan tindak pidana yang predicate crime masuk dalam kategori pada Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," kata Indriyanto Seno Adji.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler