Edhy Prabowo Siap Dihukum Mati jika Terbukti Bersalah soal Ekspor Baby Lobster

22 Februari 2021, 19:28 WIB
Mantan Menteri KKP, Edhy Prabowo. /ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

PR BEKASI - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) yang kini telah dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi suap perizinan ekspor baby lobster menanggapi terkait adanya permintaan agar ia dihukum mati.

Edhy Prabowo mengaku siap bertanggung jawab bahkan hingga dihukum mati jika terbukti bersalah dalam kasus yang kini tengah melilitnya.

Menurutnya, pernyataan tersebut bukan sebuah omongan untuk bertahan dan menutupi kesalahan, akan tetapi ia menanggap bahwa ini demi kepentingan masyarakat.

Baca Juga: Hampir Digusur Negara, Ribuan Makam Kuno dan Benda Bersejarah Kembali Ditemukan di Ibu Kota China Kuno

Baca Juga: Usai Temui Ayah Kalina Oktarani, Vicky Prasetyo Umumkan Hari Pernikahannya Pada 13 Maret 2021 Mendatang

Baca Juga: Magelang Jadi Trending karena Foto Anya Geraldine, Fakta Candi Borobudur Sering Dianggap Berlokasi di Jogja

"Sekali lagi kalau memang saya dianggap salah saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itupun saya siap yang penting demi masyarakat saya," katanya, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Antara, Senin, 22 Februari 2021.

"Saya tidak bicara lantang dengan menutupi kesalahan, saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan proses peradilan berjalan," sambungnya saat berada di Gedung KPK, Jakarta.

Edhy Prabowo juga mengeklaim setiap kebijakan yang diambilnya salah satunya soal perizinan ekspor benur semata-mata hanya untuk kepentingan masyarakat.

"Saya tidak bicara lebih baik atau tidak. Saya ingin menyempurnakan, intinya adalah setiap kebijakan yang saya ambil untuk kepentingan masyarakat. Kalau atas dasar masyarakat itu harus menanggung akibat akhirnya saya di penjara itu sudah risiko bagi saya," tuturnya.

Baca Juga: Bukan Cuma di Jakarta, Mayjen Dudung Tangani Tanggul Jebol di Bekasi: 8.000 Warga Sudah Masuk Pengungsian

Selain itu, Edhy Prabowo kemudian mencontohkan soal kebijakan yang dikeluarkannya terkait perizinan kapal.

"Anda liat izin kapal yang saya kekuarkan ada 4 ribu izin dalam waktu 1 tahun saya menjabat. Bandingkan yang sebelum yang tadinya izin sampai 14 hari saya bikin hanya 1 jam, banyak izin-izin lain," ungkap dia.

KPK total menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai penerima suap, yaitu Edhy, Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi (AMP), Amiril Mukminin (AM) selaku sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.

Sedangkan tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito yang saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Baca Juga: Khawatir Kasus Covid-19 Naik Usai Libur, Pemerintah Pangkas Cuti Bersama 2021 Jadi 2 Hari Saja

Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada Edhy.

Suap diberikan melalui perantaraan Safri dan Andreau selaku staf khusus Edhy, Amiril selaku sekretaris pribadi Edhy, Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy yang juga Anggota DPR RI Iis Rosita dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus pendiri PT ACK.

PT DPPP adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor dan impor produk pangan, antara lain Benih Bening Lobster (BBL), daging ayam, daging sapi, dan daging ikan.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler