Program Rumah DP 0 Rupiah Besutan Anies Diselidiki KPK, PDIP: Sejak Awal Memang Sudah Bermasalah

8 Maret 2021, 17:33 WIB
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan hunian DP nol rupiah di Rusunami Kelapa Village, Jakarta Timur, Senin, 29 Juli 2019. /ANTARA FOTO/Adnan Nanda/aa /

PR BEKASI – Program rumah DP Rp0 yang diluncurkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sedang diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait perkara dugaan korupsi pembelian tanah di beberapa lokasi.

Terkait masalah tersebut, Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta mengaku tidak terkejut jika saat ini program rumah DP Rp0 malah tersangkut masalah hukum oleh KPK.

Menurut Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono, hal tersebut dikarenakan sejak awal program tersebut sudah bermasalah.

"Dari awal memang DP nol bermasalah dan sulit direalisasikan," katanya saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin, 8 Maret 2021, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Baca Juga: Hari Perempuan Internasional 2021, Puan: Perempuan Hebat, Kita Ikut Andil Dalam Kemajuan Bangsa ke Depan

Baca Juga: Ungkap Perlakuan Rasis Kerajaan Inggris Pada Anaknya, Meghan Markle: Aku Pernah Berniat Bunuh Diri

Baca Juga: Aksi Moeldoko Ciptakan Kegaduhan Nasional, Yan Harahap: Banyak yang Terusik dengan KLB 'Anak Buah' Jokowi Ini

Dirinya juga mengatakan anggota dewan di Kebon Sirih akan mempercayai semua proses hukum dugaan korupsi penggelembungan harga (mark up) pembelian lahan rumah tanpa DP

Diketahui, kasus tersebut melibatkan Direktur Utama (Dirut) Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan yang saat ini dinonaktifkan dari jabatannya.

"Kan sekarang dalam proses hukum (Yoory), ya kami serahkan dalam proses hukumnya," kata anggota Komisi A DPRD DKI itu.

Gembong Warsono menerangkan PDIP sejak awal menyatakan kalau Program DP Rp0 ini bakal sulit direalisasikan di lahan Ibu Kota Jakarta.

Baca Juga: Bawa Dua Boks ke KPU, AHY Dinyatakan Masih Ketum Partai Demokrat yang Sah

Hal tersebut dikarenakan dalam proyek itu banyak segudang aturan yang harus dilaksanakan Pemda DKI.

"DP nol ini bukan kebijakan tunggal. Bukan kebijakan gubernur saja tapi ada yang lain. Perbankan misalnya. Sekarang persoalan itu nyerempet ke persoalan hukum atas pembelian lahannya, ya kami patuh dan taat proses hukum saja," katanya.

Bila sudah tersandung hukum dengan KPK, Gembong Warsono mengatakan Anies Baswedan wajib melakukan evaluasi secara menyeluruh karena program itu tak mudah dihentikan

Hal tersebut lantaran program tersebut masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang harus dikerjakan.

Baca Juga: Revitalisasi PPOP Ragunan Tuntas, Anies Baswedan: Fasilitas yang Levelnya Kelas Dunia

"Kalau ada kasus ini, pasti DKI melakukan evaluasi secara detail. Apa yang menjadi masalah. Ini menjadi bahan evaluasi mendalam DP nol," kata Gembong Warsono.

Gembong Warsono juga mengatakan ada kemungkinan Legislator DKI melayangkan panggilan terhadap Pemprov DKI termasuk Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

"Itu untuk memaksimalkan fungsi pengawasan. Itu hal biasa seperti rapat kerja, mengawasi khususnya program DP nol rupiah itu," katanya.

Sebelumnya, KPK menduga ada Sembilan objek pembelian tanah yang diduga ada penggelembungan terkait Program rumah DP Rp0.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Mingguan 7-13 Maret 2021 untuk Taurus, Cancer, Aries, Gemini: Jangan Terlalu Terbawa Emosi

Salah satunya yaitu objek pembelian tanah seluas 41.921 m2 yang berada di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada 2019.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, dalam proses penyidikan sengkarut tanah ini, penyidik KPK telah menetapkan empat pihak sebagai tersangka.

Mereka antara lain, Yoory Corneles (YC) selaku Dirut Sarana Jaya, Anja Runtuwene (AR) dan Tommy Adrian (TA).

Selain itu, penyidik juga menetapkan PT. AP (Adonara Propertindo) selaku penjual tanah sebagai tersangka kasus yang terindikasi merugikan keuangan negara senilai Rp100 miliar.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Mingguan Maret 2021: Sagitarius, Capricorn, Aquarius, dan Pisces: Coba jadi Pendengar yang Baik

Indikasi kerugian negara sebesar Rp100 miliar, terjadi karena ada selisih harga tanah Rp5.200.000 per m2 dengan total pembelian Rp217.989.200.000.

Sementara dari total 9 kasus pembelian tanah yang dilaporkan ke KPK, terindikasi merugikan keuangan negara sekitar Rp1 triliun.

Atas perbuatannya, keempat pihak ini disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.

Hal tersebut sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler