PR BEKASI - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberikan tanggapan terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal situasi di Myanmar.
Natalius Pigai mengatakan, seharusnya Jokowi tidak usah menyebut atas nama rakyat dan cukup atas nama pribadi saja saat menyampaikan duka cita dan simpati atas situasi yang terjadi di Myanmar.
Pasalnya, Natalius Pigai menilai, saat ini rakyat justru prihatin atas rezim Jokowi yang membantai orang Papua melalui operasi militer.
"Tidak usah atas nama rakyat, cukup pribadi saja. Karena rakyat justru prihatin atas rezim Pak Jokowi yang membantai dan membunuh orang Papua dengan Ops Militer," kata Natalius Pigai, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari cuitan Twitter @NataliusPigai2, Minggu, 21 Maret 2021.
Menurut Natalius Pigai, pernyataan Jokowi yang meminta penggunaan kekerasan di Myanmar segera dihentikan sangat tidak kredibel. Pasalnya, di Indonesia saya masih terjadi kejahatan HAM, khususnya di Papua.
"Kata-kata Pak Jokowi jadi tidak kredibel di dunia karena satu-satunya laporan Komisi Tinggi HAM PBB 2021 untuk Indonesia itu kejahatan HAM di Papua," kata Natalius Pigai.
Sebelumnya, atas nama rakyat dan pribadi, Jokowi menyampaikan duka cita dan simpati kepada korban dan keluarga korban di Myanmar.
"Atas nama pribadi dan seluruh rakyat Indonesia, saya menyampaikan duka cita dan simpati yang dalam kepada korban dan keluarga korban akibat penggunaan kekerasan di Myanmar," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat, 19 Maret 2021.
Baca Juga: Soroti Persidangan HRS, Natalius Pigai: Pantaskah Hakim Disebut Yang Mulia Jika Tak Beri Keadilan?
Jokowi juga mengatakan bahwa Indonesia mendesak Myanmar untuk segera menghentikan penggunaan kekerasan, demi keselamatan dan kesejahteraan rakyat.
"Indonesia mendesak agar penggunaan kekerasan di Myanmar segera dihentikan, sehingga tidak ada lagi korban berjatuhan. Keselamatan dan kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas utama," kata Jokowi.
Jokowi juga mendesak agar dialog rekonsiliasi segera digelar guna memulihkan demokrasi, perdamaian, dan stabilitas di Myanmar.
"Saya akan segera melakukan pembicaraan dengan Sultan Brunei Darussalam sebagai Ketua ASEAN agar segera dimungkinkannya diselenggarakan pertemuan tingkat tinggi ASEAN yang membahas krisis di Myanmar," tutur Jokowi.
Baca Juga: Soal Ucapan 'Selingkuh Sebagian dari Iman', Mayangsari: Gak Munafik, Memang Iman Saya Kurang Baik
Seperti diketahui, saat ini tengah terjadi krisis di Myanmar setelah angkatan bersenjata (Tatmadaw) melangsungkan kudeta pemerintahan sejak awal Februari 2021 lalu.
Tatmadaw menahan sejumlah pejabat pemerintahan sipil lain, seperti Presiden Myanmar Win Myint dan sejumlah tokoh senior partai berkuasa, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Tatmadaw menyatakan kekuasaan pemerintah Myanmar telah diserahkan kepada Panglima Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing.
Sejak saat itu, rentetan aksi demonstrasi massa yang menolak kudeta terus berlangsung di Myanmar, dan kerap berakhir pada aksi kekerasan oleh aparat yang menimbulkan korban dari masyarakat sipil.***