Soroti Dua Kejanggalan Pengadilan Habib Rizieq, Munarman: Ini Bukan Perkara Hukum tapi Perkara Politik

1 April 2021, 10:44 WIB
Munarman Jubir FPI /PMJ News/Dok Net

PR BEKASI - Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman, membeberkan situasi di balik layar kasus Habib Rizieq dan mantan pengurus Front Pembela Islam (FPI)

Munarman mengatakan bahwa dalam konstruksi perkara Habib Rizieq dan beberapa mantan pengurus FPI lebih banyak muatan yang materinya bersifat non-yuridis.

Karena itu, menurut Munarman, wajar saja jika dalam eksepsi para terdakwa akhirnya non-yuridis juga.

"Jadi jaksa sebetulnya tidak bisa menyatakan itu bukan persoalan hukum, justru bukan persoalan yang dibawa menjadi persoalan hukum," ucap Munarman.

Baca Juga: Berbeda dengan Tahun Lalu, MUI Kota Bekasi Bolehkan Warga Salat Tarawih Berjamaah Ramadhan Tahun Ini 

Baca Juga: Awal Bulan, 18 Perumahan Ini Akan Alami Pemadaman Listrik Bekasi Hari Ini, 1 April 2021

"Itu lebih banyak muatannya, kenapa? Satu, peristiwanya adalah peristiwa pelanggaran Prokes," sambungnya, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun pada Kamis, 1 April 2021.

Namun, dia melanjutkan, perkara itu kemudian dikembangkan menjadi tindak pidana yang dikatakannya luar biasa serius.

Selain itu, dikembangkan juga menjadi pelanggaran hukum pidana dalam ketentuan Undang-undang Ormas.

Tak hanya itu, Munarman menuturkan telah ditambahkan juga pasal-pasal yang diancamkan kepada Habib Rizieq dan para pengurus FPI, yakni dalam pasal tersebut yang membuat hakim dapat memberikan hukuman tambahan.

"Pasal 10 KUHP ada hukuman tambahan berupa pasal 35 juntonya, yaitu pencabutan hak-hak politik, penyitaan aset, dan beberapa macam hukuman tambahan lainnya," kata Munarman mengenai dugaan munculnya hukuman tambahan.

Baca Juga: Penerima Bansos Telah Meninggal Hingga Ada Penerima Ganda, Mensos Minta Pemerintah Daerah Evaluasi Data DTKS 

"Saya kira lucu, eksensi utamanya dituduhkan pelanggaran prokes yaitu jaga jarak dan segala macam," ujar Munarman.

Apalagi, dia memaparkan, dalam peristiwa rumah sakit Ummi, dituduhkan dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 46 tentang menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran, dengan masa hukuman sepuluh tahun penjara.

"Jadi saya kira ini sudah bukan lagi merupakan murni tindak pidana, murni perkara pidana, tapi ini sudah perkara politik," ucapnya.

Berdasarkan ancamannya, masa hukuman awal yakni 10 tahun penjara, ditambah dengan hukuman-hukuman tambahan, Munarman menyebut ini menandakan ada pihak yang tak ingin Habib Rizieq terlibat dalam proses politik di Indonesia.

Walaupun dia meyakini bahwa Habib Rizieq tak ingin mencalonkan diri sebagai pejabat negara atau pejabat publik. Akan tetapi, bisa saja Habib Rizieq terlibat dalam proses kampanye.

Baca Juga: Putuskan Bertobat dan Sumpah Setia pada NKRI, Mantan Anggota JAD: Mereka Saling Mengkafirkan Satu Sama Lain  

"Itu yang tidak mereka inginkan dan itu sudah kita baca, itu pertama. Pembuktian bahwa perkara ini perkara politik," kata Munarman.

Sementara yang kedua adalah berkaitan dengan tempat sidang, yang dianggap tidak sesuai.

Karena peristiwa pelanggaran terjadi di Petamburan, Jakarta Pusat; Rumah Sakit Ummi Kota Bogor; dan di Megamendung Kabupaten Bogor.

Namun proses peradilan dilaksanakan di Jakarta Timur meski hal itu dibenarkan di dalam KUHP soal pemindahannya. Tetapi disampaikan olehnya, harus mempunyai alasan yang kuat untuk pemindahan.

"Sebenarnya, peristiwa itu kan di Jakarta Pusat, kenapa tidak dijadikan satu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Itu kan aneh juga, dan itu menurut saya bukti bahwa perkara ini bukan perkara hukum tapi perkara politik," ucap Munarman.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler