AS dan Indonesia Berkomitmen Pertahankan Kebebasan Navigasi di Laut China Selatan dalam 'Dialog Strategis'

4 Agustus 2021, 10:35 WIB
Menlu AS Antony Blinken dan Menlu Retno Marsudi berbicara kepada awak media usai pertemuan bilateral di Departemen Luar Negeri di Washington, AS. /Jose Luis Magana/REUTERS

PR BEKASI - Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengumumkan peluncuran 'dialog strategis' dengan Indonesia pada Selasa, 3 Agustus 2021.

Washington mengatakan bahwa AS dan Indonesia berkomitmen untuk bekerja sama dalam isu-isu yang mencakup mempertahankan kebebasan navigasi di Laut China Selatan.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Rabu, 4 Agustus 2021, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa pertemuan tersebut dilakukan di Washington.

Antony Blinken dan Menlu Indonesia Retno Marsudi juga berkomitmen untuk bekerja sama untuk melawan Covid-19 dan krisis iklim serta meningkatkan hubungan perdagangan dan ekonomi bilateral.

Baca Juga: China Usir Kapal Perang AS dari Laut China Selatan, AS Bantah Telah Langgar Hukum

Indonesia yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di 10 anggota PBB Asia Tenggara (ASEAN), adalah sebuah blok yang dilihat Washington sebagai kunci upayanya untuk menghadapi pengaruh China yang semakin besar di Asia.

Kedua belah pihak juga telah sepakat untuk membangun 'kemitraan strategis' pada 2015, tetapi Antony Blinken mengatakan bahwa dialog yang baru sekarang benar-benar dimulai.

“Indonesia adalah mitra demokrasi yang kuat bagi Amerika Serikat, kami bekerja sama di banyak bidang yang berbeda,” kata Antony Blinken.

Menlu AS juga menambahkan bahwa Washington menghargai suara kuat Jakarta di ASEAN.

Baca Juga: Minta AS Tarik Mundur Armadanya, China Akan Gelar Latihan Militer di Laut China Selatan Bulan Ini

Sementara Menlu Indonesia Retno Marsudi mengatakan bahwa kemitraan yang kuat dengan Indonesia akan menjadi aset utama untuk meningkatkan keterlibatan AS di kawasan tersebut.

Retno Marsudi juga mengatakan bahwa AS adalah salah satu mitra penting bagi ASEAN dalam menerapkan pandangan Indo-Pasifiknya.

“Ini adalah harapan saya, dan pemerintah Indonesia, untuk memajukan hubungan bilateral dengan AS, dari kesehatan ke SDGs, dari pendidikan, ekonomi, dan seterusnya,” kata Retno.

Sebuah pernyataan Departemen Luar Negeri pada pertemuan itu mengatakan bahwa keduanya membahas langkah-langkah untuk pemulihan pandemi. 

Baca Juga: Berpotensi Memanas, China Loloskan Regulasi Tembak Kapal Asing di Laut China Selatan

Antony Blinken mencatat Washington telah menyumbangkan 8 juta dosis vaksin ke Indonesia, dan negara-negara tersebut juga bekerja sama dalam oksigen dan terapi.

Retno Marsudi dan Antony Blinken juga menyatakan pandangan bersama tentang keamanan maritim dan berkomitmen untuk mempertahankan kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan, dan melanjutkan kolaborasi dalam keamanan siber dan mencegah kejahatan siber.

Dikatakan Menlu AS tersebut juga memuji upaya Indonesia untuk mendukung negosiasi perdamaian Afghanistan dan menekankan pentingnya mengembalikan anggota ASEAN Myanmar ke jalan menuju demokrasi.

Sementara pada iklim, kedua belah pihak telah membahas peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ambisi iklimnya.

Baca Juga: Ramal Perang Dunia Ketiga, Denny Darko Singgung Senjata Biologis dan Laut China Selatan, Ada Apa?

Pembicaraan itu dilakukan sebelum Menlu AS berpartisipasi dalam pertemuan virtual dengan ASEAN, yang beberapa anggotanya memiliki klaim yang bersaing di Laut China Selatan dengan China. 

Beijing melihat hampir semua jalur air strategis sebagai miliknya dan telah membangun kekuatannya di sana.

Sebelumnya Antony Blinken telah bergabung dengan pertemuan seminggu dengan rekan-rekan regional, bagian dari upaya AS untuk menunjukkan keseriusan terlibat dengan Asia Tenggara untuk melawan China. 

Sedangkan Murray Hiebert selaku pakar Asia Tenggara di Pusat Studi Strategis dan Internasional Washington, mengatakan bahwa hanya ada sedikit waktu untuk mengembangkan perjanjian kemitraan strategis yang dicapai di bawah pemerintahan Obama sebelum mantan Presiden Donald Trump menjabat.

Baca Juga: Takut Indonesia Melunak Soal Laut China Selatan, Akademisi Sarankan Belajar dari Malaysia

"Perjanjian seperti ini bukan prioritas bagi pemerintahannya," kata Hiebert.

"Membuat rincian di semua bidang ini akan memakan waktu dan membutuhkan fokus yang cukup besar oleh pejabat senior kebijakan luar negeri, pertahanan dan ekonomi," katanya.

Dia juga mengatakan tentang kesepakatan yang meluas ke beberapa domain, termasuk pertahanan, energi, dan hubungan ekonomi yang lebih luas.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler