Soal Wacana Penundaan Pemilu 2024, Peneliti Sebut Ada 3 Alasan untuk Menolak

16 Maret 2022, 06:38 WIB
Ilustrasi Pemilu 2024. Peneliti menyebut ada 3 alasan menolak wacana penundaan Pemilu 2024. /Dok. Pikiran Rakyat

PR BEKASI – Peneliti Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM Jakarta, Fakhris Lutfianto Hapsoro, buka suara soal wacana penundaan Pemilu 2024.

Indonesia dijadwalkan menggelar Pemilu 2024 untuk memilih presiden, anggota legislatif, dan kepala daerah sejumlah wilayah.

Belakangan ini muncul wacana penundaan Pemilu 2024 berkaitan dengan kondisi Covid-19 hingga pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Menurut peneliti Fakhris, ada banyak kegelisahan terkait wacana penundaan Pemilu 2024 yang telah muncul ke permukaan tersebut.

Baca Juga: Cek Fakta, Beredar Video Viral Diklaim Tampilkan Warga Moskow Tolak Invasi Rusia, Simak Faktanya

“Penundaan pemilu 2024 ini juga pada dasarnya tidak memiliki dasar hukum. Namun, elit politik justru sibuk mencari celah untuk melegalisasikannya melalui perubahan konstitusi atau Amandemen UUD 1945,” ujar Fakhris.

3 alasan menolak wacana penundaan Pemilu 2024

Fakhris menanggapi wacana tersebut dengan membeberkan 3 alasan untuk menolaknya, nomor satu adalah wacana itu akan memperpanjang masa jabatan anggota parlemen.

Di antaranya adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Baca Juga: Bocoran One Piece 1044, Bukan Katakuri, Tapi Awakening God Luffy yang Diajarkan Joy Boy

Konsep pemilu serentak telah diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagai implementasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi No. 14/PUU-XI/2013.

“Selain itu, perpanjangan masa jabatan presiden juga otomatis akan berdampak pada masa jabatan kabinet pemerintah.

“Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa upaya penundaan pemilu merupakan cara oligarki bagi para elit politik untuk melanggengkan kekuasaannya,” ujar Fakhris.

Alasan kedua menurut Fakhris tentang pentingnya menolak wacana tersebut adalah hal itu melanggar serta melecehkan konstitusi.

Baca Juga: Misteri One Piece 1044: Terungkap Arti dari Sosok Joy Boy Sebenarnya, Berkaitan dengan Mimpi

Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali berdasarkan Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, dikutip Pikiran-rakyat.Bekasi.com dari The Conversation.

“Dengan demikian, wacana penundaan pemilu ini jelas sama sekali tidak memiliki dasar hukum yang kuat,” tutur Fakhris.

“Presiden Jokowi seharusnya bersikap tegas menolak wacana penundaan pemilu 2024 dan memerintahkan partai koalisinya untuk berhenti mewacanakan langkah yang inkonstitusional tersebut,” ujarnya.

Adapun alasan ketiga adalah wacana penundaan Pemilu 2024 berpotensi mencederai prinsip kedaulatan rakyat dan semangat reformasi.

Baca Juga: Ilmuwan Sebut Konsumsi Susu Sapi Dapat Sembuhkan Covid-19, Simak Penjelasannya

Fakhris menyebut Indonesia akan kembali ke masa Orde Baru jika wacana penundaan itu benar-benar terjadi.

“Memberikan toleransi kepada penguasa untuk berkuasa dalam waktu yang lama akan membuka pintu tindakan kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan demi memenuhi kepentingan pribadi mereka, sebagaimana Lord Acton, seorang aktivis Liberal Catholic Movement di Jerman, pernah memperingatkan bahwa penguasa cenderung bertindak sewenang-wenang jika berada di puncak kekuasaan terlalu lama.

“Upaya penundaan pemilu 2024 adalah salah satu contoh dari sekian banyak pembungkaman demokrasi akhir-akhir ini. Usul penundaan pemilu 2024 juga sama sekali tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat. Padahal sejatinya, pemilu seharusnya menjadi pesta rakyat, bukan pesta para elit,” katanya.***

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: The Conversation

Tags

Terkini

Terpopuler