Sejarah Singkat Berdirinya Kejaksaan Agung yang Kemarin Kabakaran: dari Dhyaksa Jadi Jaksa

23 Agustus 2020, 20:11 WIB
Foto udara gedung utama Kejaksaan Agung yang terbakar di Jakarta, Minggu, 23 Agustus 2020. /ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/

PR BEKASI – Kejaksaan Agung Republik Indonesia (RI) secara yuridis formal telah ada sejak kemerdekaan RI, yakni diresmikan pada 19 Agustus 1945, dua hari setelah proklamasi kemerdekaan guna melengkapi struktur negara Indonesia.

Fungsi kejaksaan agung tidak tiba-tiba ada setelah kemerdekaan, melainkan sudah ada sejak masa kerajaan di Nusantara (nama Indonesia saat masa kerajaan).

Peneliti Belanda, W.F. Stutterheim, sebagaimana dinukil Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs resmi Kejaksaan Republik Indonesia, mengatakan bahwa dhyaksa merupakan pejabat negara di masa Kerajaan Maja Pahit, tepatnya di masa Prabu Hayam Wuruk berkuasa (1350-1389 M).

Baca Juga: Harry Maguire Diperbolehkan Pulang ke Inggris, Martha Kelner: Hukum di Sini Kurang Jelas

Dhyaksa merupakan peran yang diberi tugas sebagai hakim untuk menangani masalah peradilan dalam siding pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi mereka.

Patih terkenal Majapahit, yakni Gajah Mada juga merupakan seorang adhyaksa. Berakhirnya masa kerajaan di Nusantara juga akhirnya mengubah sistem pemerintahan yang berlaku.

Memasuki era kolonialisme, saat Belanda akhirnya berkuasa di Hindia Belanda (nama Indonesia di masa kolonial), sistem pemerintahan yang diterapkan berdasarkan atas sistem pemerintah Belanda.

Baca Juga: Polda Metro Jaya Periksa 15 Saksi Terkait Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung

Saat itu terdapat badan yang relevansinya sama dengan jaksa dan kejaksaan, yakni disebut Openbaar Ministerie. Lembaga ini memerintahkan pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie dalam siding Landraad (Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadian Justisi), dan Hoogggerechtshof (Mahkamah Agung) di bawah perintah langsung dari residen.

Hanya pada prakteknya lembaga tersebut lebih dominan menjadi perpanjangan tangan Belanda, dengan kata lain jaksa pada masa ini memiliki misi terselubung.

Misi terselubung tersebut di antaranya mempertahankan segala peraturan negara, melakukan penuntutan segala tindak pidana, dan melaksanakan putusan pengadilan pidana yang berwenang.

Baca Juga: Ustaz Yusuf Mansur Terbaring Sakit, Warganet: Minta Doanya ke Jokowi Saja

Peran Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut resmi pertama kali diterapkan di masa Pendudukan Jepang melalui Undang-Undang pemerintah zaman pendudukan tentara Jepang No. 1/1942.

Kemudian mengalami pergantian oleh Osamu Seirei No. 3/1942, No. 2/1944, dan No.49/1944. Peran kejaksaan berada pada semua jenjang pengadilan, yakni Saikoo Hoooin (pengadilan agung), Koootooo Hooin (pengadilan tinggi), dan Tihooo Hooin (pengadilan negeri).

Masa Pendudukan Jepang, pertama kali jaksa memiliki wewenang untuk menyidik kejahatan dan pelanggaran, menuntut perkara, menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal, dan mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum.

Baca Juga: Heran Namanya Jadi Trending, Raditya Dika: Kenapa Dah Gue Trending di Twitter

Fungsi ini tetap dipertahankan meskipun Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaan. Ditegaskan dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 dan diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 tahun 1945.

Kejaksaan RI sampai saat ini terus mengalami perkembangan seiring dengan perubahan situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia.

Perubahan mendasar mengenai UU Kejaksaan berawal pada 30 Juni 1961, saat pemerintah mengesahkan UU No. 15 tahun 1961 tentang Ketentuan Pokok Kejaksaan RI. UU ini menegaskan bahwa kejaksaan bertugas sebagai penegak hukum yang berperan sebagai penuntut umum.

Baca Juga: Bos Pasar Turi Meninggal, Karutan: Penyebab Kematian Masih Diselidiki

Kejaksaa RI kembali mengalami perubahan di masa Orde Baru melalui UU No. 5 tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Perubahan yang mendasar pada susunan organisasi serta tata cara institusi kejaksaan yang berdasarkan pada Keputusan Presiden No. 55 tahun 1991.

Masa reformasi, lembaga Kejaksaan ini tentu kembali mengalami perubahan karena pemerintahan dan lembaga penegak hukum yang ada mulai mendapat banyak sorotan, terutama mengenai penanganan Tindak Pidana Korupsi.

Perubahan terjadi melalui UU No. 16 tahun 2004 yang dianggap sebagai peneguh eksistensi kejaksaan yang bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pihak lainnya.

Baca Juga: Mantan Gitaris Red Hot Chilli Peppers Meninggal Dunia pada Usia 64 Tahun

Kejaksaan salah satunya bertugas sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis) yang mempunyai kedudukan sentral dalam proses penegakan hukum.

Mengacu pada UU No.16 tahun 2004, pelaksanaan kekuasaan negara yang diemban oleh kejaksaan secara merdeka, artinya bahwa dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah atau kekuasaan lainnya. Ketentuan ini tentu bertujuan untuk melindungi jaksa dari tugas profesionalnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Kejaksaan Agung RI

Tags

Terkini

Terpopuler