Nyaring Penolakan UU Ciptaker, F-PKS: Jika Benar Peduli Rakyat, Jokowi Harus Terbitkan Perppu

6 Oktober 2020, 20:22 WIB
Ratusan mahasiswa dan buruh yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu berunjuk rasa menolak pengesahan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, di Alun-alun Serang, Banten, Selasa, 6 Oktober 2020./Ant/Asep Fathulrahman /

PR BEKASI - Sejak disahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang Undang (UU), gaung penolakan terhadap Omnibus Law semakin keras terdengar.

Tak hanya datang dari kalangan buruh dan juga pekerja yang merasa telah dirugikan, karena hak-haknya telah dirampas dan dihilangkan, sejumlah penolakan pun muncul dari berbagai lembaga ataupun fraksi DPR.

Salah satunya adalah Fraksi PKS yang sejak awal hingga pengesahan pada Senin, 5 Oktober 2020 kemarin, secara tegas telah menolak RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Keluhan UU Cipta Kerja Banjiri Cerita Jokowi Soal Pertanian, Warganet: Untung Saya Tinggal di Bekasi

Kali ini, setelah dengan keras hati DPR mengesahkan UU Cipta Kerja yang dinilai sejumlah pihak kurang optimal karena minim aspirasi publik, Presiden PKS Ahmad Syaikhu meminta Presiden Joko Widodo untuk mendengarkan aspirasi buruh dan masyarakat sipil terkait penolakan yang luas terhadap UU Cipta Kerja.

Caranya, menurur Ahmad Syaikhu dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu dan mencabut UU Cipta Kerja.

Permintaan itu disampaikan Ahmad Syaikhu setelah melihat aksi demonstrasi buruh dan masyarakat sipil yang menolak UU Cipta Kerja.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Jadi Polemik, Ridwan Kamil: Terima Dulu Saja, Nanti Dievaluasi 1-2 Tahun

"Presiden Jokowi harus mendengar suara buruh dan masyarakat. Terbitkan Perppu. Cabut UU Ciptaker. Sebab buruh dan masyarakat menolak keberadaannya," kata Ahmad Syaikhu yang baru satu hari menjabat sebagai Presiden PKS di Jakarta, Selasa, 6 Oktober 2020 sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI.

Menurut Ahmad Syaikhu, aksi unjuk rasa buruh dan koalisi masyarakat sipil ini sangat bisa dipahami. Karena kandungan UU Cipta Kerja baik secara materil dan formil banyak cacat dan merugikan masyarakat. 

"Aksi buruh dan koalisi masyarakat sipil sangat bisa dipahami. UU Ciptaker berdampak buruk bukan hanya kepada buruh dan pekerja, tetapi juga berdampak buruk ke sektor lingkungan hidup dan kedaulatan ekonomi kita," ujar Ahmad Syaikhu.

Baca Juga: Hotman Paris Akui Telah Pahami Isi UU Ciptaker, Warganet: Tolong Bela Kami sebagai Wakil Rakyat Bang

Ahmad Syaikhu menambahkan, UU Cipta Kerja memuat substansi pengaturan yang tidak adil bagi nasib pekerja atu buruh Indonesia, dan lebih memihak kepada kepentingan pemodal dan investor. 

"Hal ini tercermin dalam perubahan pasal-pasal yang berkaitan dengan hubungan pengusaha-pekerja, upah dan pesangon," kata Ahmad Syaikhu.

Ahmad Syaikhu mengatakan, UU Cipta Kerja ini bukan hanya cacat secara materi atau substansi, tetapi juga cacat secara formil atau prosesnya.

Baca Juga: 58 Orang di DPR Positif Covid-19, Wakil Ketua: Alasan Kami Percepat Rapat Paripurna, Supaya Reses

"UU ini lahir dari proses yang tidak demokratis dan tidak transparan! Sangat besar peluang terjadinya penyelewengan. Kami tegas menolak dari awal hingga saat pengesahan," kata Anggota Komisi V DPR RI itu. 

Ahmad Syaikhu berharap, pemerintah bisa mengakomodir aspirasi buruh dan koalisi sipil masyarakat. 

"Presiden bisa keluarkan Perppu jika memang benar-benar peduli dengan nasib pekerja dan kedaulatan ekonomi," ujar Ahmad Syaikhu menegaskan.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler