Komunikasi Politik Pemerintah Sering Buat Gaduh, Pengamat: Jubir Terkesan Nyinyir Sekelas Buzzer

23 Oktober 2020, 07:38 WIB
Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman. /Instagram.com @fadjroelrachman./

PR BEKASI - Masalah pandemi Covid-19 hingga pengesahan UU Cipta Kerja, masih menjadi sorotan utama di tengah masyarakat Indonesia.

Hal itu tentu tak lepas dari beredarnya sejumlah informasi yang berbeda-beda dari beberapa tokoh publik hingga politikus.

Tak jarang, para politikus tersebut saling adu argumen terkait sejumlah kebijakan pemerintah, entah itu terkait penanganan Covid-19 ataupun terkait UU Cipta Kerja yang mendapat penolakan dari sebagian besar masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Pelaku Buang Sampah Sembarangan di Kalimalang Bekasi yang Viral Terancam Terima Hukuman Berat

Akibatnya, terjadi simpang siur berbagai informasi yang tersebar di media sosial, yang tentu membuat bingung sejumlah masyarakat Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menyatakan, agar tidak terjadi simpang siur informasi, peran juru bicara pemerintah harus bisa menjadi tumpuan informasi bagi masyarakat.

Namun menurutnya, saat ini juru bicara pemerintah yang dipegang oleh Fadjroel Rachman justru lebih sering tampil di media sosial dan terkesan nyinyir seperti buzzer.

"Kehadiran juru bicara yang harusnya menjadi tumpuan informasi, justru lebih sering tampil di media sosial yang terkesan nyinyir sekelas buzzer," kata Adi Prayitno, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI, Jumat, 23 Oktober 2020.

Baca Juga: Kreasi Anak Bangsa Resmi Meluncur, Hi App Miliki Beberapa Fitur Unggulan yang Dapat Saingi WhatsApp

Menurut Adi, seharusnya peran juru bicara pemerintah harus bisa meluruskan berbagai informasi yang simpang siur di tengah masyarakat.

Sehingga, para elite negara tidak saling membantah kebijakan yang dikeluarkan, serta berbagai isu pun tidak semakin liar.

"Saya kira jubir pemerintah harus bisa meluruskan berbagai informasi yang simpang siur, jangan sampai elite negara saling bantah dari isu yang kontriversial. Seperti corona, banyak beda pendepat dan saling bantah dan itu potret komunikasi yang tidak baik," ucap Adi.

Adi pun mengatakan, seharusnya ada komunikasi terpusat untuk bisa memberikan keterangan kepada publik sehingga tidak menimbulkan kegaduhan.

Baca Juga: Pelaku Buang Sampah Sembarangan di Kalimalang Bekasi yang Viral Terancam Terima Hukuman Berat

"Harus ada satu komunikasi yang terpusat untuk memberikan keterangan kepada publik terkait kebijakan sehingga tidak menimbulak kegaduhan," ujar Adi.

"Kalau seperti ini kan jadi siapa yang harus didengarkan karena satu menteri bisa membantah menteri yang lainnya, bahkan jubir juga membantah. Jadi siapa yag mau dijadikan rujukan," tambahnya.

Diketahui, komunikasi publik buruk pun diakui Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. 

Bahkan jajaran Kabinet Indonesia Maju mendapat teguran dari Presiden Joko Widodo terkait buruknya komunikasi publik, terutama terkait dengan substansi dari UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Warga Jabar, Ternyata Ridwan Kamil Tidak Akan Beri Vaksin ke Semuanya, Simak Kriteria yang Diizinkan

"Bahwa komunikasi publik kita sungguh sangat jelek. Untuk itu, ini sebuah masukan dari luar. Kita segera berbenah diri untuk menyampaikan dengan baik," kata Moeldoko, Rabu, 21 Oktober 2020.

Moeldoko menyatakan, kini pemerintah dihadapkan dengan kecepatan informasi yang banyak  tersebar di media sosial sehingga di luar kendali pemerintah.

Namun, dirinya berdalih bahwa teguran presiden dan berbagai masukan dari luar akan jadi bahan perbaikan. Dia juga menyatakan, pemerintah siap membuka diri dan menerima setiap masukan dari masyarakat.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler