IPO: Ketidakpuasan Publik Terhadap Penegakan Hukum di Indonesia Capai 64 Persen

29 Oktober 2020, 11:27 WIB
Ilustrasi penegak hukum. /Justice./

PR BEKASI – Indonesia merupakan negara hukum. Namun, menurut lembaga survei Indonesia Political Opinion (IPO) yang baru saja merilis hasil survei menunjukan bahwa ketidakpuasan publik di bidang hukum mencapai 64 persen, atau tertinggi dibandingkan dengan bidang-bidang lain.

Hasil survei didapat melalui metode purposive sampling terhadap 170 orang pemuka pendapat (opinion leader) seperti peneliti universitas atau asosiasi ilmuwan.

Serta terhadap massa pemilih nasional yang dilakukan dengan metode multistage random sampling terhadap 1.200 responden di seluruh wilayah proporsional Indonesia dengan tingkat kepercayaan 95 persen dengan periode survei 12—23 Oktober 2020.

Baca Juga: Resmi Jadi Menaker ASEAN, Ida Fauziyah: Kali Ini Giliran Indonesia

"Performa pemberantasan korupsi menjadi pemantik terbesar buruknya bidang penegakan hukum. Terlebih, kurun periode survei berbagai persoalan korupsi makin menguat," kata Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah saat paparan hasil survei dan diskusi media secara daring seperti dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Antara, Kamis, 29 Oktober 2020.

Bahkan, kata dia, kepuasan terhadap Menko Polhukam Mahfud MD hanya berada di urutan ke-7 dengan persentase 34 persen, tertinggal jauh dari anggota Kemenko Polhukam lainnya, seperti Tito Karnavian 49 persen atau Prabowo Subianto 57 persen.

Beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian publik, kata dia, adalah buruknya pemberantasan korupsi (62 persen), lemahnya independensi penegak hukum (56 persen), ancaman kebebasan berpendapat (52 persen), kualitas kebijakan (48 persen), dan faktor lain (36 persen).

Baca Juga: Sempat Anggap Konspirasi, Pendukung Donald Trump Akhirnya Percaya Covid-19 Setelah Tertular

Masih dalam kluster Menko Polhukam, lanjut dia, bidang politik dan keamanan juga mendapat respons kepuasan lebih rendah daripada ketidakpuasan sebab hanya 49 persen menyatakan puas.

Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi publik terkait dengan kondisi politik dan keamanan adalah kebebasan berbeda pendapat (49 persen), kriminalitas (45 persen), perasaan aman (41 persen), ketertiban umum (36 persen), dan pengaruh lainnya (31 persen).

Dalam bidang ekonomi, penilaian publik atas kinerja pemerintah cukup menegaskan ketidakpuasan terlihat dari akumulasi respons buruk dan sangat buruk mencapai 57 persen, sementara respons positif hanya mampu menyerap 43 persen.

Baca Juga: Bingung dengan Moral Rakyat Indonesia, Megawati: Susah-susah Bikin Halte, Dibakar, Emangnya Duit Lo?

"Menko Ekonomi Airlangga Hartarto sendiri mendapat respons kepuasan publik hanya di urutan ke-6 dengan persentase 36 persen. Persepsi ini cukup menegaskan jika performa Airlangga dianggap mengecewakan," katanya.

Untuk bidang sosial dan humaniora, kata dia, persepsi publik berbagi angka ketidakpuasan tercatat sebesar 50 persen yang dipengaruhi persepsi publik terkait dengan pengelolaan toleransi (51 persen), konflik sosial (46 persen), kesejahteraan (45 persen), keadilan (38 persen), dan hal lainnya (27 persen).

"Secara umum klaster sosial mendapat penilaian baik meskipun setara dengan tidak baiknya. Pemerintah terbantu dengan program-program bantuan selama pandemi, dan itu mendapat respons positif di tengah masyarakat." tuturnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler