PR BEKASI - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengingatkan bahwa pemerintah bisa memproses hukum pihak-pihak yang terlibat dalam penolakan 'tracing' Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab.
Mahfud MD mengatakan bahwa siapa pun yang menghalang-halangi petugas untuk melakukan upaya menyelamatkan masyarakat, saat petugas itu melakukan tugas pemerintahan bisa diancam dengan pasal 212 dan 216 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Maka siapa pun dia bisa diancam juga dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 212 dan 216. Jadi ada perangkat hukum di sini buat bisa diambil oleh pemerintah," kata Mahfud MD dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Senin, 30 November 2020.
Baca Juga: Kutuk Terorisme MIT di Sulteng, Bamsoet: Kepolisian Bisa Kerja Sama dengan BIN untuk Tangkap Pelaku
Hal tersebut diungkapkan dalam konferensi pers usai rapat koordinasi bersama Ketua Satuan Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo, Direktur Jenderal P2P Kementerian Kesehatan, Dirjen Imigrasi Kemenkumham, Kadiv Hukum Mabes Polri, Jaksa Agung Muda bidang Intelijen, serta perwakilan Badan Intelijen Negara, pada Minggu, 29 November 2020.
Mahfud Md membenarkan bahwa catatan kesehatan pasien berhak dilindungi aspek kerahasiaannya berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Tetapi, di sini berlaku dalil lex specialis derogat legi generalis bahwa kalau ada hukum khusus, maka ketentuan yang umum seperti itu bisa disimpangi atau tidak harus diberlakukan" kata Mahfud MD.
Dalam kasus Rizieq tersebut, berlaku hukum khusus yaitu Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kesehatan dan Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular yang menyebutkan bahwa catatan kesehatan seseorang bisa dibuka dengan alasan-alasan tertentu.
Baca Juga: Kecam Keras Aksi Pembunuhan di Sigi, JK Berharap Aparat Tumpas Gerakan Teror Hingga ke Akarnya