Refly Harun Tanggapi Usulan Puan Maharani Soal Presiden 3 Periode untuk Dikaji

- 21 Desember 2020, 14:16 WIB
Pakar hukum tata negara, Refly Harun.
Pakar hukum tata negara, Refly Harun. /ANTARA/

PR BEKASI - Pakar hukum tata negara Refly Harun berbicara soal komentar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua DPR Puan Maharani terkait masalah masa jabatan presiden selama tiga periode.

Puan Maharani menyampaikan bahwa masa jabatan presiden tiga periode harus dikaji.

"Ya itu masih wacana tentu itu harus dikaji kembali secara baik, jangan sampai kita mundur ke belakang. Jadi ini akan jadi wacana yang akan kita bicarakan di komisi II, gimana UU dan lainnya," kata Puan Maharani.

Baca Juga: Gibran Diduga Terlibat Korupsi Bansos, Mardani Ali: Perlu Keberanian KPK untuk Usus Tuntas

Namun, ketika wacana itu mengemuka, Jokowi dengan tegas menolak soal jabatan presiden tiga periode yang dinilai sebagai 'tamparan' terhadapnya dan hanya ingin mencari muka.

"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu ada tiga (maknanya) menurut saya: Satu, ingin menampar muka saya; yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka; yang ketiga ingin menjerumuskan," kata Jokowi.

Menanggapi hal tersebut, Refly Harun masih setengah percaya, karena menurutnya di dalam dunia politik tidak ada yang tidak mungkin.

Baca Juga: Polisi Akan Ungkap Hasil Kasus Gus Nur, Refly Harun Ngaku Hanya Diajak Kolab

"Dalam politik tidak ada yang tidak mungkin ya, hari ini tidak tidak, besok iya, tergantung kesempatan, tergantung peluangnya," ucapnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun, Senin, 22 Desember 2020.

"Jika misalnya sempat mewacanakan agar wakil presiden bisa dipilih untuk jabatan yang ketiganya. Artinya punya maksud atau keinginan, kalau bisa menjadi wakil presiden kembali, tapi sekali lagi akhirnya," sambung Refly Harun.

Soal masa jabatan, Refly Harun memiliki pandangan yang berbeda dengan apa yang berlaku saat ini.

Baca Juga: Pesan Benhur Tomi Mano ke Ketum PSSI: Hati-hati terhadap Orang-orang Terdekat

Menurutnya masa jabatan presiden yang Jokowi jalani saat ini tidak efektif karena terganggu berbagai aktivitas-aktivitas di luar kepentingan kerja presiden.

"Saya menganggap masa jabatan presiden Jokowi itu tidak efektif, terutama periode pertama, kerja periode pertama itu satu tidak full lima tahun, karena enam bulan pertama itu penyesuaian, lalu bekerja selama 2.5 tahun, tapi dua tahun terakhir sudah persiapan untuk Pilpres agar terpilih kembali," ucapnya.

Karena tahapan Pilpres yang cukup panjang, Refly Harun menilai Jokowi justru terlihat fokus untuk memunculkan program-programnya di Pilpres 2019 kemarin.

Baca Juga: Banjir Hujatan Usai Swab Sambal Cireng, Rina Nose: Saya Cuma Mikir dan Uji Semua Informasi yang Ada

"Karena tahapan Pilpresnya panjang, sehingga yang kita lihat adalah, mulai program-program pembangunan dan lain sebagainya ditujukan untuk me-make up seorang presiden seorang incommon agar terpilih kembali," tuturnya.

Oleh karena itu Refly Harun menyarankan masa jabatan presiden dijadikan satu periode saja agar tak hanya jadi lebih efektif, presiden yang sedang menjabat juga tidak bisa memakai kekuatan pemerintah untuk memenangkan periode selanjutnya.

"Karena itu saya mengatakan masa jabatan itu cukup satu kali saja, tapi diperpanjang misalnya 6 tahun atau 7 tahun maksimal," ucapnya.

Baca Juga: Tertarik Tunggangi Motor Off Road? Simak Tips Melibas Tanjakan dan Turunan dengan Aman

Hal tersebut menurutnya akan membuat seorang presiden lebih fokus dalam menggunakan masa jabatannya sebaik mungkin untuk membuat negara menjadi lebih baik.

"Sehingga presiden yang terpilih benar-benar berkonsentrasi untuk menyelesaikan masa jabatannya, dan tidak berpikir untuk terpilih kembali, jadi benar-benar enam tahun itu digunakan secara efektif, dia tidak boleh ikut dalam Pemilu berikutnya, boleh ikut lagi kalau sudah minimal jeda 1 periode," tuturnya.

Lebih lanjut, Refly Harun menegaskan jika tidak ingin setiap Pilpres hanya diisi oleh dua paslon saja, presidential threshold harus segera dihapuskan.

Baca Juga: Wagub Jabar Minta Wisatawan dari Luar Daerah Tak Datang Dulu ke Jawa Barat

"Mempertahankan aturan-aturan yang membelenggu demokrasi, yaitu presidential threshold. Akhirnya kita cuman dua pasangan calon saja, padahal banyak sekali bibit pemimpin bangsa, mereka tidak bisa mencalonkan karena pencalonan itu bersifat elitis dan oligarkis." tutupnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah