Mulai dari trumpisme di Amerika, brexit di Inggris, syriza di Yunani, podemos di Spanyol, rodrigo duterte di Filipina, gerd wilder di Belanda, atau norbert hovet di Austria.
"Akibatnya, kebanyakan sarjana dan pengamat umumnya, memberikan kecaman kepada populisme karena dianggap hanya meresonansikan kegaduhan semata di tengah masyarakat demokratis," tuturnya.
Populisme dianggap mereka, ucap Fadli Zon, menyebarkan semangat xenophobia, atau anti asing, intoleransi, anti imigran, dan perbedaan antara pribumi authentic people, dan asing non-authentic people.
Baca Juga: Siap Debat tentang Populisme Islam, Gus Mis: Jangan Menag, Cukup Kader NU Layani Tantangan Fadli Zon
"Intinya populisme dinilai sebagai preseden buruk bagi demokrasi, bahkan ada yang menyempitkan populisme sebagai bentuk konservatisme dan fundamentalisme keagamaan, tetapi penilaian tadi tidak sepenuhnya tepat," ucapnya.