Kedua, bagaimana Kapolri baru menyikapi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang terus meningkat beberapa tahun terakhir.
Polda Metro Jaya di 2020 melansir telah menangani 443 kasus hoaks dan ujaran kebencian. Sebanyak 1.448 akun media sosial telah dilakukan "takedown", sedangkan 14 kasus dilakukan penyidikan hingga tuntas.
Baca Juga: Hari Kesembilan Pencarian Sriwijaya Air, Petugas Temukan KTP Penumpang hingga Casing CVR
"Yang sering muncul menjadi pertanyaan publik atas perkara ini adalah sejauh mana Polri bertindak imparsial tanpa melihat afiliasi politik dari para pelakunya," kata Edwin Partogi Pasaribu.
Ketiga, bagaimana pendekatan "restorative justice" yang akan dikembangkan Polri soal kondisi penjara yang over kapasitas di mana jumlah napi yang masuk, tak berbanding lurus dengan kapasitas lapas.
"Situasi ini sebaiknya disikapi Polri menggunakan pendekatan "restorative justice" sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana," katanya.
Baca Juga: Sukses Juarai Yonex Thailand Open 2021, Greysia Polii/Apriyani Rahayu: Kami Hanya Ingin Menang
Keempat, bagaimana upaya Kapolri baru memerangi korupsi di korpsnya seperti contoh kasus surat palsu Djoko Tjandra yang tidak terlepas dari praktik suap dan telah menempatkan dua jenderal polisi sebagai terdakwa.
"Menjadi tugas Kapolri agar pelayanan dan proses hukum di tubuhnya bersih dari praktik transaksional yang dapat menghilangkan kepercayaan publik," katanya.
Kelima, kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan masih menjadi keprihatinan nasional.