PR BEKASI - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai turut menyoroti pernyataan sekretaris jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto terkait pejabat politik asal Papua.
Menurut Hasto, PDI-P mendambakan arena politik elektoral daerah tidak homogen atau didominasi oleh etnis tertentu.
Sebagai contoh, Hasto menginginkan pejabat daerah Solo berasal dari daerah Papua dan daerah Papua dijabat oleh pemerintah yang berasal dari Jawa Barat.
Hasto menilai, keragaman latar belakang suku pemimpin dalam arena politik elektoral menjadi bentuk kebhinekaan.
Baca Juga: Bongkar Cerita ‘Kelam’ Pendidikan di Indonesia Terhadap Orang Islam, Mahfud MD: Kita Protes Keras
Menanggapi hal tersebut, Natalius Pigai menilai bahwa justru PDI-P dan Partai lain di pemerintahan diisi oleh orang rasialis.
"PDIP dan pemerintahnya Partai yang diisi oleh orang rasialis," kata Natalius Pigai dalam akun Twitter-nya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Minggu, 24 Januari 2021.
https://t.co/39aY7Smk1e PDIP & Pemerintahnya Partai yg diisi org Rasialis. jaman Jokowi & PDIP memproduksi rasisme secara massif. Mau bantah? dr 34 menteri, satu Menteri dari Papua saja tidak ada, itu bukti gamblang bw kalian Rasis. Jd jgn pura2 persatuan & bhineka yg utopis.— NataliusPigai (@NataliusPigai2) January 24, 2021
Menurut Pigai, Jokowi dan PDI-P telah memproduksi sikap dan tindakan rasialis secara massif melalui kebijakan yang dikeluarkan.
"Jokowi dan PDIP memproduksi rasisme secara massif," ucap Natalius Pigai.
Baca Juga: Tak Berhenti di Kristen Gray, Indonesia Terus Deportasi WNA yang Langgar Visa Perizinan
Kebijakan yang rasis tersebut, ungkap Pigai, terejawantah dalam pemilihan dan pengangkatan Menteri.
Pigai mengatakan, tidak ada Menteri dalam Kabinet Presiden Joko Widodo yang berasal dari Papua.
"Mau bantah? Dari 34 Menteri, satu Menteri dari Papua saja itu tidak ada, itu bukti gamblang bahwa kalian rasis," tutur Natalius Pigai.
Oleh karena itu, Pigai menyampaikan jangan mengumbar sensasi dengan dalih persatuan dan bhineka jika tindakan rasis tersebut masih dilakukan.
"Jadi, jangan pura-pura persatuan dan bhineka yang utopis," ujar Natalius Pigai.***