“Pemaksaaan” utk tetap menyelenggarakan Pemilu & Pilkada Serentak pd tahun 2024,jg berpotensi menimbulkan korban jiwa yg lbh besar dibandingkan Pemilu Serentak 2019. Tercatat 894 meninggal dunia& 5.175 petugas dirawat di rumah sakit kala itu. Kt tdk ingin kejadian serupa terulang— Mardani Ali Sera (@MardaniAliSera) February 9, 2021
Menurutnya, penyelenggaraan Pilkada 2022 dan 2023 justru memperkuat praktek demokrasi dengan memberikan kesempatan munculnya kepemimpinan lokal yang lebih terdistribusi secara merata.
"Ini akan berdampak positif bagi regenerasi kepemimpinan daerah dan nasional berjalan secara sehat," ujar Mardani Ali Sera.
Mardani Ali Sera pun meminta pemerintah menerapkan usulan Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan yang mengusulkan tahun 2024 dijadikan Pemilu Nasional seperti Pilpres, dan pemilihan DPR dan DPD.
Sementara 2027, untuk Pilkada Gubernur dan DPRD Provinsi. Lalu 2028, untuk Pilkada Kota dan Kabupaten.
"Sehingga masing-masing memiliki isu dan diskursusnya sendiri. Plus sehat bagi demokrasi karena dalam lima tahun ada tiga kesempatan interaksi parpol dengan publik," kata Mardani Ali Sera.
Baca Juga: Akui First Kiss di Taksi Saat SMP, Anya Geraldine: Ada Bapak Sopirnya, Gue Panik, Deg-degan
Lalu Kedua, dari sisi pemilih, Mardani Ali Sera mengatakan, informasi yang didapat calon pemilih terkait kapasitas dan kapabilitas calon kepala daerah akan lebih memadai.
Mengingat penyelenggaraan sosialisasi dan kampanye Pilkada Serentak tidak bersamaan dengan Pemilu Serentak, seperti Pilpres, DPR, DPD, dan DPRD.
"Jika tetap memaksakan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak di tahun 2024, berpeluang membuat preferensi calon pemilih lebih banyak menjadi transaksional dan emosional," kata Mardani Ali Sera.