PR BEKASI - Pemerintah Indonesia masih berupaya untuk memberikan program bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat.
Program bansos tersebut juga dilakukan hingga saat ini di tengah menghadapi ancaman pandemi Covid-19.
Sementara itu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan memberikan tanggapan terhadap program bansos pemerintah Indonesia.
Baca Juga: TMA Pintu Air Pasar Ikan Berstatus Siaga 2, BPBD Jakarta Umumkan Sembilan Kawasan Waspada Banjir
"Dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS), bantuan sosial (bansos) senilai Rp110 triliun yang dibagikan pada tahun 2020 membantu masyarakat," katanya, dikutip oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antaranews pada Jumat, 19 Februari 2021.
"Yang berada di bawah garis kemiskinan untuk bertahan di tengah pandemi (Covid-19)," katanya, melanjutkan.
Ia mengingatkan bahwa efektivitas program bansos bagi masyarakat sangat tergantung kepada akurasi data.
Baca Juga: Rocky Gerung Sebut Kepala Isi Jokowi yang Harus Direvisi, Husin Shihab: Di Mana Moralnya?
Sehingga, sebelum dibagikannya bansos perlu ada peningkatan langkah strategis dalam transparansi data terkait kemiskinan.
"Walaupun demikian, pemerintah tetap perlu memperhatikan beberapa hal dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat," katanya.
"Data penerima bantuan sosial (bansos) harus dipastikan akurat dan sesuai dengan kriteria penerima," katanya, menjelaskan.
Baca Juga: Tabrakan Diri Demi Gagalkan Penjambret Neneknya, Gadis Ini Dapat Piagam Penghargaan dari Kepolisian
Selain itu, lanjutnya, pengadaan barang untuk bansos perlu terus dikawal dan dipantau transparansinya.
Karena, ia menilai, transparansi mengenai data penerima bansos diharapkan dapat membantu proses penyaluran bantuan dari sisi pasokan dan sisi permintaan.
Sementara dari sisi pasokan, Pingkan menyebutkan, adanya data yang komprehensif.
Baca Juga: Wagub DKI Minta Warga dan Aparat Waspada Banjir Besar di Jakarta pada 19-20 Februari 2021
Hal itu dapat membantu pemerintah mengalokasikan bantuan dengan sistematis.
Selanjutnya, mendorong pemerintah berkolaborasi dengan berbagai elemen di masyarakat yang juga memberikan bantuan.
"Jika gerakan sosial masyarakat tersebut dapat terintegrasi dengan data pemerintah tentu akan memberikan dampak yang lebih besar bagi masyarakat," kata Pingkan.
"Sedangkan untuk sisi demand, data yang terhimpun dapat membantu memberikan gambaran daerah mana saja yang perlu mendapat perhatian ekstra dalam proses penyaluran bantuan," kata pingkan, menjelaskan.
Menurutnya, selain transparansi data, pemerintah pusat dan daerah juga diharap perlu memiliki pemahaman yang sama mengenai kriteria penerima bantuan.
Sehingga, mereka yang menerima bansos memang mereka yang benar-benar membutuhkan bantuan.
Tujuannya, guna memastikan bahwa yang menerima bansos memang tepat sasaran dan tidak terjadi pencatatan ganda.
"Selain itu, penting untuk mengedepankan transparansi agar terhindar dari kasus penyelewengan kekuasaan termasuk korupsi dalam program bansos seperti yang terjadi pada tahun lalu," kata Pingkan.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah rumah tangga tergolong miskin di Indonesia.
Dilaporkan ada sebagian besar berasal dari sektor pertanian, berdasarkan data menurut sumber penghasilan utama tahun 2020.
Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto mengatakan bahwa rumah tangga miskin yang bekerja di sektor pertanian menyumbang kontribusi terbesar yakni 46.30 persen.
Sementara, rumah tangga miskin lainnya, yakni di industri sebesar 6.58 persen; dan lainnya 32.10 persen.
Baca Juga: Cek Fakta: Menag Yaqut Dikabarkan Keluarkan SK Menteri Terkait Larangan Bahasa Arab, Ini Faktanya
"Kalau dilihat sumber utama dari rumah tangga miskin di Indonesia, adalah pertanian," kata Kecuk.
"Jadi ini merupakan beberapa PR yang perlu kita perhatikan," kata Kecuk, menambahkan.
Pernyataan itu Kecuk sampaikan dalam webinar yang diselenggarakan INDEF secara virtual pada Rabu lalu.
Baca Juga: Diduga Sindir Muannas Alaidid 'Tukang Ngadu', Refly Harun: Hobi Sekali Ingin Penjarakan Orang ya
Berdasarkan rilis BPS, jumlah penduduk miskin akibat pandemi yang menghantam di tahun 2020, mengalami peningkatan menjadi 2.76 juta orang.***