PR BEKASI - Mantan Wakil Direktrur Eksekutif DPP Partai Demokrat Muhammad Rahmad mengungkap alasan kenapa Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dipilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatra Utara.
Mulanya, Muhammad Rahmad menjelaskan bahwa kisruh Partai Demokray adalah murni konflik internal partai, tanpa adanya hubungan dengan pihak eksternal.
"Jadi ini murni konflik internal partai, tidak ada hubungannya dengan pihak eksternal, pemerintah, Pak Jokowi, dan KSP Moeldoko," kata Muhammad Rahmad, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari tayangan kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, Jumat, 19 Maret 2021.
Muhammad Rahmad juga menjelaskan bahwa pihaknya meyakini bahwa Moeldoko merupakan sosok yang bisa mengangkat elektabilitas Partai Demokrat, yang angkanya terus merosot sejak dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Ini murni konflik internal, yang kemudian kita di internal ingin mencari sosok tokoh yang bisa mengangkat elektabilitas Partai Demokrat, karena elektabilitas Partai Demokrat ini terjun bebas sejak dipimpin Pak SBY, maka pilihannya jatuh pada Pak Moeldoko," kata Muhammad Rahmad.
Lebih lanjut Muhammad Rahmad menuturkan bahwa Moeldoko adalah sosok yang pas untuk menghadapi SBY, karena keduanya sama-sama jenderal bintang empat.
"Kenapa Pak Moeldoko yang dipilih, karena kita berpikir beliau jenderal bintang empat, yang bisa menghadapi Pak SBY," ujar Muhammad Rahmad.
Baca Juga: Menhub Izinkan Mudik Lebaran, Mardani Ali Sera: Ini Kebijakan Ceroboh dan Bisa Berbahaya
Namun, menurutnya, Moeldoko sempat menolak tawaran menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB.
"Jadi ketika ditawarkan pertama kali ke Pak Moeldoko, beliau menolak. Penolakan itu dilakukan setelah bantuan Pak Moeldoko di bencana Kalimantan," kata Muhammad Rahmad.
"Kan ada bencana banjir di Kalimantan, kader-kader partai banyak yang terkena bencana. Kita ingin menggalang bantuan. Lalu ada salah satu kader menawarkan, coba kita mendatangi Pak Moeldoko, barangkali dapat bantuan dari KSP dan pemerintah untuk bencana banjir," sambungnya.
Menurutnya, saat itu Moeldoko langsung memberikan bantuan, tanpa melihat latar belakang partai politik pihak yang meminta bantuan.
"Pak Moeldoko tanpa melihat latar belakang partai politik, itu memberikan bantuan. Nah, di situ muncul simpati tokoh-tokoh senior, 'jangan-jangan Pak Moeldoko kalau kita ajak, bisa nih membesarkan Partai Demokrat'. Karena sebenarnya rencana KLB ini sudah lama," tutur Muhammad Rahmad.
Muhammad Rahmad lantas menjelaskan, kalau seandainya SBY tidak menantang Moeldoko, maka sampai saat ini Moeldoko tidak akan pernah mau menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB.
"Jadi waktu itu, Oktober 2020, ditolak oleh Pak Moeldoko. Kesediaan Pak Moeldoko baru tanggal 4 Maret, kita kan KLB tanggal 5. Itu pun setelah ditantang oleh Pak SBY. Jadi kalau Pak SBY gak nantang, belum tentu Pak Moeldoko bersedia," ujar Muhammad Rahmad.
Menurutnya, tantangan SBY pada Moeldoko merupakan tuduhan-tuduhan serius yang diucapkan secara masif, apalagi dengan membawa-bawa nama Allah.
"Menuduh bahwa KLB ini dalangnya adalah KSP Moeldoko. Menuduh bahwa di balik ini ada keterlibatan pemerintah, dan itu disampaikan secara masif. Bahkan Pak SBY membawa-bawa nama Allah, menyesal pengangkatan Pak Moeldoko dan sebagainya," kata Muhammad Rahmad.
Oleh karena itu, akhirnya Moeldoko menerima tawaran sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB untuk mengahadapi SBY dengan cara kesatria.
"Itu tuduhan serius yang dialamatkan pada Pak Moeldoko, dan kita minta Pak Moeldoko buktikan saja pada Pak SBY bahwa ini benar-benar, bukan sesuatu yang perlu ditakuti. Tantangan Pak SBY ini perlu dijawab dengan kesatria," ujar Muhammad Rahmad.***