PR BEKASI - Wacana mengenai impor beras santer mencuat ke publik saat ini.
Hal tersebut kemudian menimbulkan kontroversi hingga polemik sejumlah pihak.
Lantaran untuk saat ini impor beras dinilai belum dibutuhkan oleh pemerintah Indonesia.
Baca Juga: 4 Alasan Jokowi Fokus Bangun Infrastruktur di Indonesia
Baca Juga: Sebut Amien Rais Provokator, Husin Shihab: Kalau Terus Didiamkan Akan Picu Konflik
Tak hanya itu, bahkan sejumlah pihak berharap bahwa hal tersebut hanyalah wacana yang tidak akan pernah direalisasikan.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) RI, Harvick Husnul Qolbi juga ikut menanggapi wacana impor beras tersebut.
Ia berharap bahwa rencana impor beras yang sebanyak 1 juta itu ton tidak realisasikan.
Sebab, produksi gabah di beberapa daerah sentra pertanian cukup bagus bahkan surplus.
Baca Juga: Tega, Pencuri Ini Bersama Anak dan Istri Tega Jambret Tas Seorang Nenek Lansia
Harvick menyampaikan hal itu ketika berdialog dengan sejumlah petani Karawang di Desa Pancakarya, Kecamatan Tempuran, Kamis, 25 Maret 2021.
"Setelah saya berkeliling ke beberapa daerah, hasil panen padi sangat bagus. Kami berharap impor beras tidak dilakukan," Harvick Husnul Qolbi.
Dijelaskan juga, kendati produksi gabah meningkat, pihaknya terus berinovasi agar hasil pertanian semakin bagus.
Di antaranya yakni melalui program Agrosolution.
Dengan program tersebut, petani tak perlu takut hasil panen bakal buruk atau gagal.
Sebab, program Agrosolution terbukti berhasil meningkatkan produktivitas panen rata-rata hingga 55 persen.
Baca Juga: Gunakan Penerbangan Perbantukan, Satu persatu WNI Mulai Tinggalkan Myanmar
Baca Juga: Seleksi PPPK 2021, Kementerian Agama RI Siapkan Formasi Kuota Berikut Ini
Menurutnya, Kementan menerapkan program itu pada lahan sawah seluas 210 hektare di Kecamatan Tempuran, Karawang, Jawa Barat.
Petani mengaplikasikan Pupuk Nitrea, NPK 30.6.8, dan KCL, sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com dalam artikel berjudul, "Hasil Melimpah, Wamentan Berharap Rencana Impor Beras Tak Terwujud".
Dalam tanam perdana program itu, petani menggunakan sistem jajar legowo yang terbukti cocok dilakukan pada musim tanam rendeng.
Melalui program Agrosolution, petani dimanjakan dengan berbagai kemudahan.
Sejak persiapan tanam mereka didampingi tim riset Pupuk Kujang, dicarikan bantuan permodalan, asuransi, hingga dicarikan off taker atau pembeli.
Dengan demikian, petani tidak kesulitan menjual hasil panen mereka.
“Pola ini sedang kami kembangkan dengan melibatkan banyak pihak, dan pada tahun ini kami menargetkan program Agrosolution di lahan pertanian total seluas 50.000 hektare,” kata Wakil Direktur Utama Pupuk Indonesia Nugroho Christijanto.
Dalam kesempatan itu, Nugroho menjelaskan juga, guna menghadapi musim tanam gadu, stok pupuk subsidi tersedia 2 juta ton.
Jumlah ini lebih banyak tiga kali lipat dari ketentuan stok minimum pemerintah.
Rinciannya, pupuk Urea 1,17 juta ton, NPK Phonska 367.000 ton, SP-36 156.000 ton, ZA 185.000 ton, dan Petroganik 135.000 ton.
“Dari jumlah tersebut, stok pupuk subsidi untuk Jawa Barat mencapai sekitar 153.000 ton. Rinciannya, pupuk Urea 924.000 ton, NPK Phonska 294.000 ton, SP-36 151.000 ton, ZA 86.000 ton, dan Petroganik 78.000 ton,” kata Nugroho.*** (Dodo Rihanto/Pikiran-Rakyat.com)