Wacana Presiden 3 Periode, Pakar Hukum: Tak Perlu Ditanggapi Serius Karena Kita Semua Tunduk pada Konstitusi

- 26 Maret 2021, 17:10 WIB
Pakar Hukum Tata Negara, Johanes Tuba Helan menyoroti wacana Presiden tiga periode, mengatakan tak perlu ditanggapi.
Pakar Hukum Tata Negara, Johanes Tuba Helan menyoroti wacana Presiden tiga periode, mengatakan tak perlu ditanggapi. /Bernadus Tokan/ANTARA

PR BEKASI – Wacana masa jabatan Presiden tiga periode semakin mencuat ke publik baru-baru ini.

Wacana itu pun sontak mengejutkan publik termasuk sejumlah tokoh politik Tanah Air.

Tak hanya itu, wacana Presiden tiga periode pun telah menuai adanya kontroversi.

Baca Juga: Lanjutkan Rekonstruksi Simpang Susun Cikunir, Jasa Marga: Jalan Tol Japek Tidak Akan Ditutup

Baca Juga: Dr Richard Lee Mengaku Dapat Pesan Rencana Jebakan oleh Orang Diduga Sepupu Kartika Putri

Baca Juga: Tok! Tidak Ada Libur Panjang pada Mudik Idulfitri 1442 H, Muhadjir Effendy: Cuti Hanya Sehari

Hal tersebut dinilai tidak tepat untuk saat ini, tetapi tak sedikit pihak yang setuju untuk terealisasinya wacana Presiden tiga periode.

Selanjutnya, Pakar Hukum Tata Negara, Johanes Tuba Helan menyoroti wacana perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode.

Ia pun meminta wacana perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode tidak perlu ditanggapi secara serius oleh para pemangku kepentingan.

Karena menurutnya, wacana tersebut merupakan hal yang tidak rasional.

Baca Juga: Menkes Janjikan Anak Muda Bisa Dapatkan Vaksin Lebih Awal, dengan Syarat-syarat Berikut

Baca Juga: Injak Gas dan Rem demi PEN, Jokowi: Hati-hati, Jangan Semua Sektor Ekonomi Dibuka Langsung

Selain itu, Johanes juga menjelaskan bahwa semua elemen masyarakat tunduk pada aturan konstitusi.

“Memang hak orang menyampaikan pendapat terkait wacana ini, tetapi tidak perlu ditanggapi serius para pemangku kepentingan karena kita semua dari level masyarakat sampai ke para pejabat atau elite politik tunduk pada aturan konstitusi,” ucap Johanes seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara pada Jumat, 26 Maret 2021.

Aturan konstitusi itu, lanjut dia, dinilai sudah tepat dalam sebuah negara demokrasi karena kekuasaan yang tidak dibatasi selalu memiliki kecenderungan untuk korup.

Ia menerangkan bahwa konstitusi negara sudah mengatur dengan jelas bahwa Presiden dan Wakil Presiden menjabat selama lima tahun.

Baca Juga: Muhadjir Effendy: Ditetapkan Tahun 2021 Mudik Ditiadakan

Baca Juga: Ganjar Pranowo Sebut Jokowi Lebih Baik dari Sebelumnya, Cipta Panca: Asal Nguap Den

“Sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Artinya seorang Presiden atau Wakil Presiden hanya boleh menjabat paling banyak 2x5 tahun,” ujarnya.

Sehingga menurutnya, tidak perlu ada gagasan untuk menambah masa jabatan kepala negara, apalagi sampai menuai polemik di tengah masyarakat.

Pakar hukum dari Universitas Nusa Cendana (Undana) itu mengungkapkan bahwa perubahan masa jabatan kepala negara bisa terjadi melalui amendemen UUD 1945.

Akan tetapi, konstitusi tidak bisa diamendemen hanya secara khusus mengganti masa jabatan kepala negara, sebagaimana diberitakan Depok.Pikiran-Rakyat.com dalam artikel berjudul, "Pakar Minta Wacana Presiden 3 Periode Tak Ditanggapi Serius oleh Pemangku Kepentingan: Hanya Menyita Waktu".

Baca Juga: Para Ibu Harus Tahu! Berikut Ini Penyebab Anak Ngompol dan Beberapa Cara Pencegahannya

Baca Juga: Menkes Budi Sebut Pandemi Nyatanya Tuntut Perubahan Perilaku Manusia

“Usia amendemen konstitusi kita baru 19 tahun, lalu mau diamendemen lagi tentu itu tidak bagus, tidak memberikan kepastian hukum,” kata Johanes.

Tidak hanya itu, jelas dia, apabila wacana ini digulirkan pihak tertentu dengan alasan kinerja kepala negara saat ini dinilai bagus, maka tidak tepat menjadi dasar untuk mengubah konstitusi.

“Kalau kinerja Presiden Joko Widodo saat ini dinilai bagus maka harus menjabat lagi, lalu bagaimana jika ada presiden-presiden selanjutnya korup, apakah konstitusi akan diamendemen lagi?” ujar dosen Fakultas Hukum Undana itu.

Johanes menuturkan bahwa konsitusi mengatur hal-hal prinsip atau pokok yang perubahannya tidak boleh dilakukan secara cepat.

Oleh sebab itu, Johanes meminta para pemangku kepentingan untuk tidak menanggapi serius wacana seperti ini.

“Karena hanya menyita waktu dan tenaga yang semestinya difokuskan untuk hal-hal lain yang lebih mendesak bagi kemajuan bangsa dan negara,” katanya.*** (Muhammad Faisal Akbar/Depok.Pikiran-Rakyat com)

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: Depok.pikiran-rakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah