Kapolri Listyo Sigit Tuai Kritik Usai Larang Media Siarkan Kepolisian yang Tampilkan Arogansi dan Kekerasan

- 6 April 2021, 14:29 WIB
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) terbitkan surat telegram yang mengatur perihal pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan dan/atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) terbitkan surat telegram yang mengatur perihal pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan dan/atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik. /Aprillio Akbar/ANTARA FOTO

PR BEKASI - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo baru-baru ini mengeluarkan surat telegram berupa pedoman siaran jurnalistik yang salah satunya melarang media menyiarkan tindakan polisi yang menampilkan arogansi dan kekerasan.

Keputusan Listyo Sigit tersebut pun berbuntut ratusan kritik dari masyarakat, terutama netizen Twitter.

Kebanyakan netizen Twitter tidak setuju dengan hal tersebut.

Diketahui, Surat Telegram Kapolri Nomor ST/750/Aiv/HUM.3.4.5/2021 tersebut bertanggal 5 April 2021 dan menjadi dasar pengingat para pengemban fungsi Humas Polri di kewilayahan.

Baca Juga: Minta Pemerintah Revisi Larangan Mudik, dr. Tirta: Bukber Boleh, Wisata dibuka, Harusnya Mudik Tidak Dilarang

Baca Juga: Banyak Kasus HAM Masa Lalu yang 'Coreng Bangsa', Anggota DPR Minta Komnas HAM Cari Alternatif Penyelesaian

Baca Juga: Dinilai Lindungi dan Untungkan Petani, Pemerintah Kabupaten Bekasi Ajak Masyarakat Asuransikan Sawah

Isi surat itu mengatur perihal pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan dan/atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.

Berikut adalah 11 hal yang diinstruksikan Jenderal Listyo Sigit dalam surat tersebut:

1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis.

2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.

Baca Juga: Cuaca Ekstrem Terjadi di Banyak Tempat, Dinas Sosial Diminta Gerak Cepat Bantu Warga Terdampak

3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian.

4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan.

5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual.

6. Menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya.

7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur.

Baca Juga: Eksepsi Habib Rizieq Ditolak, Luqman Hakim: Pak Hakim Harus Siap Dimaki karena Berani Tolak Pembelaan HRS

8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku.

9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang.

10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten.

11. Tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.

Baca Juga: Akui Sempat Tak Gubris Tuntutan Teddy, Rizky Febian: Baru Aja Berapa Minggu Mama Gak Ada, Dia Nanya Gono-gini

Menanggapi 11 instruksi tersebut, seorang netizen Twitter berkomentar bahwa jika masih surat telegram seharusnya dilanggar tidak akan mendapat hukuman.

"Pertama, surat telegram itu kedudukan bdsk hirarki perundangan-undangan, ada di bagian mana? Kedua, media/pers kan udah ada aturannya sendiri, kenapa polisi malah ikutan? Ketiga, ini kan "cuma" surat telegram. Ga ada sanksi/pidana. Jadi kalo dilanggar, harusnya gapapa kan?," cuit @hindamfth.

Sementara menurut netizen lain bernama @denkeropik, instruksi tersebut terlalu memihak kepada kepolisian.

 

"Ada yang salah dalam filosofi dan pola pikir dari yang merumuskan kebijakan ini, enak di polisinya aja kayak gini mah dan bukannya terbuka terhadap permasalahan eh malah maunya ditutup aja," cuitnya.

Terakhir, @umar_imoetzz mengatakan bahwa poin ke-10 dalam instruksi tersebut memiliki potensi penyalahgunaan.

"Dokumentasi oleh Polri sendiri? Ini agak nganu, lho. Apalagi rawan penyalahgunaan wewenang pas penangkapan," tuturnya.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah