Masalahnya, ziarah itu sendiri erat hubungannya dengan wisata religi yang ada di Indonesia.
"Bolehkan ziarah kubur jadi wisata ziarah kubur? Apakah itu masuk wisata juga karena 'kan bisa disebut wisata religi," tutur Dedi.
Mantan Bupati Purwakarta ini mengaku bahwa tempat wisata lebih berisiko tinggi menimbulkan kerumunan dan berdesakan.
Sehingga, akan berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19 melalui tempat wisata dibandingkan dengan pemakaman.
"Dari pengalaman, saya belum pernah melihat orang berdesakan antre masuk area pemakaman untuk ziarah," ujarnya.
Menurut Dedi, jika dibukanya tempat wisata dalam rangka peningkatan ekonomi, ziarah kubur pun bisa masuk kategori itu.
Pasalnya, selama di pemakaman terjadi perputaran ekonomi masyarakat, mulai dari penjual bunga hingga makanan.***