Akui Sedih Melihat Kelaparan di Yaman, Ferdinand Hutahaean: Indonesia Tak Ingin Jadi Penengah Konflik?

- 23 Mei 2021, 08:57 WIB
Mantan kader Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean akui sedih melihat kelaparan di Yaman dan pertanyakan Indonesia jadi penengah konflik.
Mantan kader Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean akui sedih melihat kelaparan di Yaman dan pertanyakan Indonesia jadi penengah konflik. /Twitter/@FerdinandHaean3


PR BEKASI - Mantan kader Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, mengomentari isu kelaparan yang terjadi di salah satu negara Timur Tengah, yaitu Yaman.

Dikatakan oleh Ferdinand Hutahaean bahwa Yaman adalah salah satu negara terdepan yang mengakui kemerdekaan Indonesia.

"Bahkan lebih dulu dibanding Turki dan Palestina," kata Ferdinand Hutahaean.

Dia pun mengaku sedih melihat berita yang mengabarkan jutaan orang kelaparan di Yaman akibat krisis dan perang yang melanda.

Baca Juga: HNW Gaungkan 'Zionis Nusantara', Ferdinand: Kalau Saya Punya Kekuatan Politik, PKS Akan Saya Bubarkan

"Sedih melihat berita seperti ini, jutaan orang lapar, anak-anak kehilangan masa bermainnya," ujarnya, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari akun Twitter @FerdinandHaean3 pada Minggu, 23 Mei 2021.

"Apakah Indonesia tak ingin jadi penengah konflik Yaman dengan Arab?" kata Ferdinand Hutahaean.

 

 

Sebelumnya, Dewan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut Yaman sebagai negara dengan krisis kemanusiaan terbesar di dunia.

Yaman yang kini menjadi negara termiskin di dunia, memulai perang saudara sejak Arab Spring pada Maret 2015.

Baca Juga: Heboh Petinggi Hamas Bergelimang Harta Rp36 Triliun dari Perang Gaza, Ferdinand: Jualan Agama Emang Laku

Pasukan Koalisi Arab juga memblokade wilayah darat, laut, dan udara di negara dengan ibu kota San'a tersebut.

Tak hanya itu, PBB juga mengatakan bahwa situasi yang terjadi di Yaman bisa segera berubah menjadi bencana kelaparan terburuk dalam sejarah manusia dalam 100 tahun terakhir.

Anak-anak di sana pun tak bisa bebas bermain, karena banyak yang menderita gizi buruk.

Lebih lanjut, dilaporkan konfrontasi militer antara pasukan yang setia kepada Dewan Transisi Selatan (STC) dan pemerintah Yaman menjadi semakin dekat di tengah meningkatnya ketegangan atas kendali atas wilayah-wilayah utama.

Baca Juga: Sindir Masyarakat yang Sibuk Urusi Palestina, Ferdinand: Sekarang 'Ibumu' Sedang Sakit

Ketegangan meningkat setelah adanya tuduhan pemerintah baru-baru ini kepada STC.

Karena menolak menerapkan kesepakatan yang ditengahi Arab Saudi yang ditandatangani antara kedua saingan pada 2019.

"Pemerintah dan STC mengirim pasukan berat yang didukung oleh kendaraan lapis baja ke daerah dekat kota pesisir Shuqrah yang terletak di Laut Arab," kata sumber, dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Xinhua.

"Kedua belah pihak saat ini saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata dan kegagalan untuk menerapkan ketentuan keamanan yang tersisa dari kesepakatan Riyadh," katanya.

Baca Juga: Said Didu Singgung soal Yahudi Pesek, Ferdinand Hutahaen Lontarkan Sindiran Menohok

Pejabat keamanan lainnya mengonfirmasi bahwa hubungan antara dua saingan yang mewakili pemerintah pembagian kekuasaan baru-baru ini semakin tegang.

Ketika pasukan STC memperketat cengkeramannya atas Kepulauan Socotra, sebuah wilayah yang secara resmi merupakan bagian dari Yaman.

"STC yang merupakan bagian dari pemerintah Yaman mengerahkan banyak unit militernya dan memperketat langkah-langkah keamanan di Pulau Socotra yang strategis," kata pejabat.

Socotra, yang disebut juga Pulau Alien, terletak di salah satu rute pelayaran tersibuk di dunia dan faksi-faksi yang bertikai di Yaman secara sporadis.

Baca Juga: PKS Minta Pemerintah Terjunkan Pasukan Perdamaian ke Palestina, Ferdinand: Usulan Bodoh

Mereka terlibat dalam konfrontasi bersenjata untuk mendirikan pangkalan militer di sana untuk mengendalikan pulau strategis tersebut.

Pada 2019, Arab Saudi membujuk STC dan pemerintah Yaman untuk mengadakan pembicaraan rekonsiliasi.

Pembicaraan itu berhasil mencapai kesepakatan untuk membentuk kabinet teknokratis baru dan mengakhiri konflik mematikan di wilayah selatan negara itu.

Sesuai dengan ketentuan kesepakatan yang ditengahi Saudi yang ditandatangani bersama antara kedua belah pihak.

Presiden Yaman Abdu-Rabbu Mansour Hadi mengeluarkan keputusan pada Desember 2020 untuk membentuk pemerintahan pembagian kekuasaan baru.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: Xinhua Twitter @FerdinandHaean3


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x